Selasa, 14 Agustus 2012

Cagar Alam Morowali

A. Selayang Pandang Jika Anda ingin merasakan petualangan di alam bebas dengan sajian aneka pesona alam yang beragam, ada baiknya Anda mencoba obyek wisata yang satu ini. Cagar Alam Morowali yang terletak di Provinsi Sulawesi Tengah menjadi salah satu pilihan tepat karena menyediakan berbagai macam potensi alam yang memukau. Luas keseluruhan Cagar alam Morowali mencakup dua kabupaten, yakni Kabupaten Morowali dan Kabupaten Poso. Kabupaten Morowali merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Poso sejak tanggal 3 November 1999 (http://id.wikipedia.org). Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 237/Kpts-II/1999 tanggal 24 November 1986, menyatakan bahwa luas seluruh wilayah Cagar Alam Morowali adalah 225.000 hektare. Lahan seluas itu berdasarkan perincian keliling total sepanjang 265,84 kilometer yang terdiri dari batas alam sepanjang 36,36 kilometer, batas buatan sepanjang 229,48 kilometer, dan jumlah pal batas sebanyak 3.197 buah (http://id.wikipedia.org). Wilayah Cagar Alam Morowali meliputi pulau-pulau yang terdapat di kawasan teluk, kawasan dataran rendah, dan daerah pegunungan dengan ketinggian mencapai 2.421 meter. Konon, kata “Morowali� berasal dari bahasa Suku Wana yang berarti “gemuruh�. Penggunaan kata “Morowali� juga merujuk pada tempat tinggal Suku Wana yang berdiam di sekitar daerah aliran Sungai Bongka di pedalaman Bungku Utara, Kabupaten Morowali. Morowali kemudian diabadikan sebagai nama daerah tempat di mana Suku Wana bermukim. Hingga saat ini, warga Suku Wana yang tinggal di dalam Cagar Alam Morowali berjumlah sekitar 2.000 orang (www.alchairaat.8m.net). Pada abad ke-17, tepatnya pada bulan Januari 1580, seorang pengelana yang berasal dari Inggris, bernama Sir Francis Drake, singgah di salah satu pulau kecil di pantai timur Sulawesi Tengah selama satu bulan. Salah satu tempat yang disambangi Sir Francis Drake dengan kapalnya The Golden Hind adalah Morowali. Sebagai bentuk peringatan atau napak tilas untuk mengenang petualangan Sir Francis Drake, maka pada tahun 1980 diadakan Operation Drake yang melibatkan kalangan ilmuwan, peneliti studi sosial, serta para ahli ekologi (www.indonesia.travel/id). Meskipun belum ditemukan catatan sejarah mengenai singgahnya bangsa-bangsa Eropa di Morowali, namun bukti bahwa mereka pernah datang ke Morowali masih ada seperti yang terlihat pada bentuk pakaian warga Morowali yang masih bisa ditemukan hingga kini (www.my-indonesia.info). Hingga saat ini, upaya-upaya pelestarian habitat alami yang terdapat di Cagar Alam Morowali masih terus dilakukan, terutama sebagai bentuk tindakan antisipasi sekaligus kampanye untuk menyadarkan masyarakat agar berbagai spesies di Morowali tidak punah akibat ulah manusia yang tidak bertanggung jawab. Pada awal tahun 2009, misalnya, lembaga perlindungan alam berkelas dunia, The Nature Conservancy (TNC) yang berpusat di Amerika Serikat, bekerja sama dengan perkumpulan Anak Alam Morowali, mengajak anak-anak sekolah dasar melakukan kampanye pelestarian burung maleo (macrocephalon maleo), salah satu satwa khas Morowali, dengan mengadakan pertunjukan panggung boneka di beberapa sekolah di sekitar lokasi Cagar Alam Morowali (www.lorelindu.wordpress.com). B. Keistimewaan Begitu menginjakkan kaki di tanah Morowali, pandangan mata Anda akan disegarkan oleh megahnya hamparan pepohonan yang berdiri gagah di tepi sungai-sungai besar. Saat Anda menolehkan penglihatan ke arah lain, indahnya hamparan padang ilalang, danau-danau kecil yang tergenang, dan gugusan pegunungan Tokala yang berdiri angkuh, dijamin akan membuat Anda takjub. Cagar Alam Morowali memang menawarkan tipe ekosistem botani yang lengkap. Jenis hutan yang ada di dalamnya cukup beragam, dari hutan pantai, hutan mangrove, hutan alluvial dataran rendah, hutan lumut, hingga jenis hutan pegunungan (www.infokom-sulteng.go.id). Selain aneka-rupa flora yang mempesona, di Morowali Anda juga dapat menikmati kehidupan fauna yang tidak kalah komplit. Dari jenis mamalia, Morowali menjadi habitat yang tepat untuk hewan-hewan menyusui khas Sulawesi, seperti anoa, babirusa, kera, kus-kus beruang, babi hutan, rusa, musang abu-abu, serta beberapa jenis dari keluarga kelelawar dan kalong. Cagar Alam Morowali juga memiliki jenis burung yang paling representatif. Berdasarkan habitatnya, burung-burung di Morowali dibagi ke dalam 2 kelompok, yaitu burung air/laut dan burung darat. Jenis burung laut/air di antaranya adalah elang laut paruh putih, belibis, itik pohon, itik liar, pecuk ular, cangak merah, dan lain-lain (www.ditjenphka.go.id). Sedangkan yang termasuk ke dalam jenis burung darat antara lain burung maleo, butbut, raja udang, rangkong badak, rangkong sulawesi, yove, buta, burung hantu, jiokaka, katio, keli, vae, sipili, pinski, dan burung gosong (www.ditjenphka.go.id). Jika beruntung, Anda dapat menemukan kawanan burung gosong yang unik di sekitar sungai atau lembah. Namun, Anda juga tetap harus waspada karena di beberapa titik di lokasi Cagar Alam Morowali merupakan habitat asli beberapa jenis hewan reptil yang masih liar, seperti bengkarung, ular sanca atau ular piton, ular rumput, ular hijau kepala segitiga, soa-soa, biawak, serta kura-kura (www.infokom-sulteng.go.id). Selain sebagai tempat rekreasi yang menyajikan kekayaan flora dan fauna, Cagar Alam Morowali juga menawarkan sejumlah kegiatan lainnya, antara lain: Penelitian, terutama di bidang biologi, ekologi, geologi, dan kehidupan sosial budaya. Beberapa penelitian yang telah dilakukan di Morowali di antaranya adalah penelitian mengenai sistem perladangan berpindah dan cara perburuan yang dilakukan Suku Wana. Pendidikan, yakni dengan melakukan proses pengenalan tumbuh-tumbuhan, pembinaan cinta alam, serta pendidikan kader konservasi. Pendakian, antara lain dengan kegiatan pendakian di beberapa gunung yang terdapat di Morowali, misalnya Gunung Tambusisi yang memiliki ketinggian sekitar 2.422 meter, Gunung Morowali dengan tinggi 2.280 meter, gunung berpuncak kembar yakni Gunung Tokala yang mempunyai ketinggian hingga 2.630 meter (www.infokom-sulteng.go.id). Di Morowali, Anda dapat menyaksikan dan bahkan terlibat dalam kehidupan sehari-hari Suku Wana secara langsung. Suku Wana terkenal dengan kebiasaan berburu babi hutan, rusa, dan babirusa. Orang-orang Suku Wana juga memiliki sistem perladangan gilir balik atau berpindah-pindah. Mereka menebang dan membakar sedikit areal hutan yang kemudian digarap untuk berladang selama 1-2 tahun. Kemudian, areal itu ditinggalkan dengan maksud mengembalikan kesuburan tanahnya (www.fkkm.org). Warga Suku Wana yang belum mengenal kehidupan modern ini menetap di sejumlah desa, terutama yang terletak di sekitar Lembah Sobuku dan Kayu Merangka, antara lain di Desa Posangke, Desa Kayupoli, Desa Uwewaju, Desa Ratobae, Desa Sangkoe, dan Desa Langada. Selain Suku Wana, suku-suku lainnya yang mendiami wilayah Morowali di antaranya adalah Suku Mori, Bungku, Bugis, Kaili, dan suku-suku pendatang yang saling membaur satu dengan yang lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Morowali mempunyai aktivitas beraneka ragam, namun matapencaharian mereka yang dominan adalah sebagai nelayan dan petani. Sajian menarik yang bisa Anda nikmati di kompleks Cagar Alam Morowali belum habis sampai di situ. Masih banyak obyek wisata lain yang dapat Anda temui di Morowali, salah satunya adalah Teluk Tomori yang menyajikan pesona wisata taman laut dengan batu payung sebagai ciri khasnya. Ada juga Gua Tapak Tangan yang terletak di Desa Tapahulu dan Ganda yang konon terkait erat dengan legenda Sawerigading (www.infokom-sulteng.go.id). Masih ada lagi obyek wisata lainnya di kawasan Cagar Alam Morowali, yakni dua air terjun yang terletak di sebelah utara Danau Amba dan di hulu Sungai Salato, sumber api di hulu Sungai Morowali, tiga batu tilam di hulu Sungai Salato, Kayu Poly, dan di jalan antara Posangke – Uewaju, serta gua kapur/karst yang berada di dekat Desa Torongo (www.ditjenphka.go.id). Dengan sajian berbagai macam obyek wisata yang dapat Anda kunjungi, bisa dipastikan petualangan Anda di Cagar Alam Morowali akan berlangsung seru dan meninggalkan kesan yang mendalam. C. Lokasi Berdasarkan pembagian wilayah administrasi pemerintahan, Cagar Alam Morowali terletak di dua Kabupaten, yaitu Kabupaten Poso dan Kabupaten Morowali (tepatnya di Kecamatan Petasia dan Kecamatan Bungku Utara), Provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. D. Akses Untuk mencapai lokasi Cagar Alam Morowali, Anda dapat menempuh perjalanan dengan mengawali perjalanan dari Palu, ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah, melalui beberapa jalur. Pertama, menggunakan jasa pesawat udara perintis dengan rute Palu – Poso, dengan waktu tempuh kira-kira 30 menit perjalanan. Setelah tiba di Poso, Anda dapat melanjutkan perjalanan dengan menggunakan kendaraan darat menuju Kolonodale yang bisa ditempuh selama kurang lebih 5 – 6 jam. Dari Kolonodale, Anda bisa menyewa speed boat untuk sampai ke kawasan Cagar Alam Morowali dengan waktu tempuh sekitar 30 menit perjalanan (www.ditjenphka.go.id). Kedua, masih menggunakan jasa pesawat udara perintis dari Palu, kali ini menuju Luwuk, dengan waktu tempuh sekitar 60 menit perjalanan. Dari Luwuk, Anda bisa langsung menuju lokasi Cagar Alam Morowali melalui laut dengan menumpang speed boat selama kurang lebih 4 jam perjalanan (www.ditjenphka.go.id). Ketiga, berangkat dari Palu dengan memakai jasa pesawat udara perintis menuju Poso, kemudian ke Tentena, dengan waktu tempuh kira-kira 1 jam perjalanan. Dari Tentena, perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan kendaraan darat ke Kolonodale selama kurang lebih 2 – 3 jam. Kemudian, Anda dapat menyewa speed boat dari Kolonodale untuk sampai ke kawasan Cagar Alam Morowali dengan waktu tempuh sekitar 30 menit perjalanan (www.ditjenphka.go.id). Keempat, jika Anda memilih menggunakan kendaraan darat dari Palu, Anda dapat menumpang bus/angkutan umum dari Palu menuju Kolonedale dengan jarak tempuh sejauh 431 kilometer atau 10 jam perjalanan. Dari Kolonedale, perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan speed boat (30 menit perjalanan) atau dengan menyewa motor laut (1 jam perjalanan) menuju ke Morowali (http://alchairaat.8m.net/catalog.html). Kelima, Anda juga dapat menggunakan mobil/motor pribadi dari Palu menuju Poso dengan jarak tempuh kira-kira 210 kilometer. Perjalanan kemudian dilanjutkan ke Kolonodale yang berjarak sekitar 230 dari Poso dengan waktu tempuh selama 7 jam perjalanan. Dari Kolonodale perjalanan dilanjutkan ke Baturube dan kemudian menuju kawasan Cagar Alam Morowali dengan menggunakan speed boat dalam waktu tempuh kita-kira 3 jam perjalanan (www.infokom-sulteng.go.id). E. Tiket Sejauh ini belum didapatkan nominal harga tiket yang lengkap dan terbaru untuk masuk ke lokasi Cagar Alam Morowali. Untuk memperoleh informasi selengkapnya mengenai seluk-beluk Cagar Alam Morowali, termasuk harga tiket dan berbagai fasilitasnya, Anda dapat menghubungi pihak pengelola Cagar Alam Morowali, yaitu Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Sulawesi Tengah yang beralamat di Jalan Prof. M. Yamin, No. 19, Palu, Sulawesi Tengah, 94121 F. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya Setiap wisatawan yang berkunjung ke Cagar Alam Morowali akan ditemani oleh pemandu wisata alam atau oleh satu kelompok lembaga swadaya masyarakat. Para pemandu ini akan membimbing dan memberi penjelasan kepada pengunjung selama berkunjung ke kawasan Cagar Alam Morowali. Pengunjung juga tidak perlu mencemaskan tempat beristirahat. Jika memungkinkan, Anda bisa menumpang istirahat di rumah-rumah penduduk Suku Wana yang terdapat di sekitar lokasi Cagar Alam Morowali. Sedangkan bagi Anda yang lebih memilih tidur di penginapan, Anda dapat menginap di penginapan yang banyak terdapat di Kolonodale, Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah (www.infokom-sulteng.go.id).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar