Selasa, 21 Agustus 2012

KERAJAAN SINDUE


Adat budaya merupakan tonggak dasar lahirnya sebuah budaya modern, lahirnya sebuah budaya baru tentu akan ditandai dengan berbagai perubahan. Mulai dari gaya bicara hingga perilaku. Demikian halnya dengan bentuk pemerintahan adat menjadi dasar terbentuknya model pemerintahan modern.
Akibat perubahan-perubahan yang terjadi kini Pemerintahan Adat itu mulai terlupakan, perlahan hilang dan kabur air. Walau sebagian mencoba untuk mempertahankan adat budaya dan pemerintahan adat itu, namun lebih banyak orang terlebih generasi muda yang tidak peduli dan bahkan sama sekali tidak memiliki upaya untuk mempertahan itu.
Menurut Paulus Depa, B.A. seorang mantan guru sejarah di SMA Sint Gabriel Maumere, tatanan budaya Pemerintahan Adat kini nyaris hilang dan tenggelam ke dalam dasar tanah terdalam yang adalah asal usul budaya itu sendiri. “yang harus mempertahankan budaya itu adalah kita, siapa lagi. Kalau kita sebagai pemilik budaya itu saja tidak peduli. Sungguh orang asing tidak mungkin mau mempertahan budaya kita, karena dia sendiri pun memiliki budaya.”
Dahulu, takala permukaan air laut surut, mak pertama-tama nampak ilah pulau sulawesi yang merupakan sebiji kelapa terapung, ternyata puncak gunung “TOPOSO BULU MOLANTO”
Menurut kisah dari pendahulu kita, disinilah manusia pertama turun dari kayangan yang disebut “tomanuru” mendiami puncak “toposo bulu molanto”. “toamnuru” ini terdiri dari sepasang manusia, laki-laki dan perempuan yang menjadi nenek moyang penduduk, berkembang turun temurun, hingga lama kelamaan pemukiman suda sempit.
Pada saat itu, penduduk/masyarakat toposo bulu molanto telah memilih seseorang pimpinan yang bergelar “magau”. atas petimbangan dari magau, perlu rasanya masyarakatnya berpencar mencari pemukiman baru, hingga terjadilah apa yang dinamakan sekarang “pitu-nggota-lore”
Pitu-Nggota- Lore yaitu terdiri dari 1. kagao toposo bulu molanto, sebagai pusat keadatan kagau “pitu-nggota lore”. 2. kagau bulure/tobesule. 3. kagau tobata. 4. kagau sindue tamangga. 5. kagau sindue kadia (sindia). 6. kagau karama. 7. kagau kungguma/kayu riva/antara laiba/labuan sampai baia/tana inolo
Dari tujuh (7) kagau tersebut mengadakan pertemuan para “penimba nuada” yang dilaksanakan diatas labuan yang sekarang tempat itu disebut “desa panimba” hasil dari pertemuan tersebut telah menetapkan bahwa toposo bulu molanto diabadikan namanya menjadi kagau sindue yang meliputi seluruh kagaua “pitu ngota_lore” keputusan ini diperkuat oleh untaian syair kaiori yang berbunyi sebagai berikut
Petiro Mu Pangabasa
Pombare Tana Mpoada
Sindue Sandu Karama
Toposo Polan Toanan
Adapun arti dari untaian syair/kaiyori adlah dibawah ini :
Perhatikan dan camkanlah
Pemberian tanah beradat
Sindue sandu karama
Kepindahan penduduk dari ke 7 (tujuh) kagau “PITU-NGGOTA-LORE” berakhir pada abad ke 12 (dua belas) adapun kagaua sindue berpusat di desa Enu, berdasarkan tempat kelahiran dari nenek yang bernama ”Pue LOIGI/ Lasadindi”.
Karena “pitu-nggota-LORE” dipimpin oleh 7 (tujuh) magau, maka dari 7 (tujuh) magau,tujuh magau ini harus mengangkat suatu atasan/pimpinan yang di sebut “Raja” maka seluruh masyarakat dari tujuh kagaua tersebut telah mengangkat seorang raja berdasarkan pemberian tanah adat pada “sindue sandu karama” yang di berikan nama : KERAJAAN SINDUE DIBAWAH PIMPINAN LASADINDI.

Dalam riwayat yang di ceritakan orang-orang tua bahwa : kerajaan sindue berbatas dari talise-palu sampai di kalangkangan toil-toli.
Kerajaan sindue mengadakan persahabatan dengan kerajaan di Sulawesi selatan, berdasarkan keterangan dari bapak “Koramil Sindue” yaitu bapak letnan syamsudin dari goa.
Sindue mengadakan hubungan persahabatan dengan goa,bone,luwuk,hingga kita pernah dengarkan ungkapan untaian kata : Somba Ri Goa, Mangkau Ri Bone, Pajung Ri Luwuk, Somparaja Sindue

Tidak ada komentar:

Posting Komentar