Jumat, 17 Agustus 2012

Zaman Saverigading

Sebelum abad ke-IX Tanah Kaili masih merupakan suatu danau gunung dengan dataran di bagian selatan. Kemudian digenangi air laut kedataran selatan sampai Bangga yang membentuk laut Teluk Kaili. Sebagai akibat gempa tektonis yang melanda daerah ini. Tercatat pelabuhan yang ramai dikunjungi kapal dan pinisi dari luar ialah pelabuhan ganti (pujananti), Bangga, Valatana, dan Baluase, Rogo, Pulu, Bomba di bagian barat, sedang di bagian timur Pantoloan, Labuan, Loru, Pombeve, Vatunonju, Uvemabere, Kalavuntu, Pandere, Sakide. Pada abad ke-IX yaitu jaman saverigadingpelabuhan tersebut ramai dikunjungi baik dari negeri-negeri dipegunungan yaitu dari jurang pegunungan dan dataran tinggi di bagian timur dan barat, laut (teluk) Kaili seperti negeri-negeri: 1. Lando, Punde 2. Vonggi, Parigi 3. Tagari Gunung, Dombu, Volu, Pakava 4. Lere Gunung, Kaliroya, Timbora 5. Balaroa, Porame, Balane. Maupun dari laut pendatang : Bugis, Makassar, Kutai, Mindanau 6. China, dll. Sampai abad ke-X keadaan tersebut terlukis pula dalam ceritra tentang Saverigading sebagai berikut: To-Kaili yang mendiami Tanah Kaili memiliki ceritra rakyat (folklore) yang menjadi pengikat rasa persatuan To-Kaili tentang asal usulnya. Nenek moyan To-Kaili pada zaman dahulu, mendiami lereng-lereng gunung sekeliling laut Kaili. Konon di sebelah timur laut Kaili itu terdapat sebatang pohin besar , tumbuh kokoh, tegak dan megah menjulang tinggi, sebagai pengenal dataran Kaili. Pohon itu dinamakan Tiro Ntasi atau juga dinamakan pohon Kalili. Mungkin dari pohon inilah asal nama suku bangsa disini yaitu Suku Kaili. Pohon itu tumbuh di pantai dan terletak antara Kalinjo dengan negeri Sigi Pulu. Pada suatu hari kaili mendapat kunjungan sebuah perahu layar yang besar di bawah pimpinan pelaut luar negeri yang namanya sudah sangat tersohor di kawasan ini. Pelaut itu bernama Saverigading . Dikatakan Saverigading, singgah di teluk Kaili dalam perjalanannya kembali dari tanah China menemui dan mengawini tunangannya , bernama We Codai. Tempat di singgahi pertama oleh perahu Saverigading ialah negeri Ganti, ibunegeri Kerajaan Banava. Dengan terjalinnya tali persahabatan yang dikokohkan dengan perjanjian ikatan persatuan dengan kerajaan Bugis-Bone, di Sulawesi Selatan. Dalam menyusuri teluk, lebih dalam kearah selatan sampailah Saverigading dengan perahunya ke pantai negeri Sigi Pulu, wilayah kerajaan Sigi. Perahu Saverigading berlabuh di pelabuhan Uvemebere sekarang bernama Ranobomba. Kerajaan Sigi dipimpin oleh seorang Magau perempuan bernama Ngginayo atai Ngili Nayo . Magau ini berparas sangat cantik. Setibanya di Sigi Saverigading bertemu langsung dengan Magau Ngili Nayo yang cantik itu. Pada pandangan pertama Saverigading jatuh cinta dan iapun mengajukan pinangan untuk menjadikannya permaisuri. Magau Ngili Nayo bersedia menerima pinangan Saverigading dengan syarat, ayam aduannya yang dinamakan Calabai dapat dikalahkan oleh ayam aduan Saverigading yang dinamakan Bakka Cimpolong (ayam berbulu kelabu kehijauan dan kepalanya berjambul). Syarat itupun disetujui saverigading dan disepakati adu ayam itu akan dilangsungkan sekembali Saverigading dari perjalanan ke pantai barat, sambil mempersiapkan arena (wala-wala) adu ayam tersebut. Di pantai barat perahu Saverigading berlabuh dipelabuhan Bangga. Magau Bangga perempuan bernama Vumbulangi yang diceritrakan sebagai To Manuru (orang dari Khayangan). Saverigading menemui baginda dan mengikat perjanjian persahabatan. Dalam silsilah magai-magau Bangga, Vumbulangi adalah Magau Bangga. Dalam perjalanannya kembali ke Sigi, perahu Saverigading singgah di salah satu pulai kecil yang bernama Bungi Ntanga (Pulau Tengah). Untuk menambatkan perahunya ditancapkannya tonggak panjang (Bg. Tonggak). Ketika meninggalkan pulau kecil itu, terlupa mencabut tonggak yang tertancap sebagai tempat menambatkan perahunya. Tonggak itu tumbuh dan sampai sekarang disebut Kabbanga atau Bulu Langayang dipercaya oleh masyarakatnya sebagai tonggak Saverigading, terletak di Kampung Kaleke. Stibanya di Sigi, arena untuk penyabungan ayam di atas sebuahg gelanggang (wala-wala) sudah dipersiapkan. Ayam sabungan Saverigading, Bakka Cimpolong yang akan bertarung melawan Calabai ayam Ngili Nayo, siap dipertarungkan. Pada malam harinya telah di umumkan kepada segenap lapisan masyarakat, tentang pertarungan keesokan paginya. Akan tetapi sesuatu yang luar biasa telah terjadi pada malam sebelum pertarungan itu berlangsung , yang menjadi sebab dibatalkannya pertrungan itu. Anjing Saverigading, La Bolong (si hitam) turun dari perahu, berjalan-jalan ke dataran Sigi. La Bolong berjalan kearah Selatan, tanpa disadarinya ia terperangkat kedalam lubang besar, tempat seekor belut (Lindu) yang sangat besar. Karena merasa terganggu oleh kedatangan anjing la Bolong yang tiba-tiba itu, maka belut itupun menyerang La Bolong. Maka terjadilah pertarungan yang amat sengit antara keduanya. Pertarungan itu demikian dahsyat, hingga seolah terjadi gempa menggetarkan bumi. Masyarakatpun ketakutan, dan La Bolong berhasil menyergap belut itu, keluar dari lubangnya. Lubang besar sebagai tempat tinggal belut, runtuh lalu menjadi danau yang hingga kini disebut Danau Lindu. Anjing Saverigading, La Bolong melarikan belut itu kearah utara dalam keadaan meronta-ronta dan menjadikan lubang berupa saluran yang dialiri oleh air laut yang deras, air yang mengalir dengan deras itu bagaikan air bah yang tumpah, menyebabkan keringnya air laut Kaili. Maka terbentuklah Tanah Kaili dan terjelmalah tanah Kaili. Peristiwa alam yang dahsyat itu membuat rencana adu ayam yang telah dipersiapkan dengan baik, dibatalkan. Magau Ngili Nayo dan Saverigading berikrar bersama sebagai saudara kandung yang saling menghormati, bekerjasama dalam membimbing masyarakat Kaili yang mendiami Tanah Kaili bekas teluk Kaili yang telah menjadi daratan ini. Air yang mengalir deras ke laut lepas selat Makassar, membawa Saverigading terdampar di Sambo. Ceritra rakyat menyebutkan bahwa gunung yang menyerupai perahu di Sambo adalah bekas perahu Saverigading, sekarang dinamakan Bulu Sakaya (Gunung perahu). Perlengakapan perahu lainnya seperti layar, terdampar di pantai sebelah timur. Tempat itu kini bernama Bulu Masomba artinya gunung yang menyerupai layar. Di Baiya Tavaili, ditemukan sebuah batu berbentuk gong. Menurut ceritra rakyat, gong itu berasal dari perahu Saverigading. Di pantai Banava, terdapat batu yang menyerupai jangkar dan masyarakat setempat percaya bahwa benda itupun merupakan jangkar peninggalan dari Tokoh Saverigading. Dikutip dari Buku: Catatan Kritis Palu Meniti zaman, Masyhuddin H. Masyhuda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar