Senin, 13 Agustus 2012

MALEO (Macrocephalon maleo) "SATWA MASCOT" Propinsi Sulawesi Tengah

Maleo atau Macrocephalon maleo termasuk jenis burung endemik Sulawesi dan penyebaran di Sulawesi Tengah relatif luas. Tergolong satwa liar yang langka dan dilindungi Menteri Pertanian R.I. No. 42/Kpts/Um/8/1970. Pernyataan dilindungi dimaksudkan yakni perlindungan terhadap satwa hidup atau mati (opsetan) serta bagian-bagiannya, seperti telur dan lain-lain. Pemanfaatan satwa tersebut dapat digunakan sepanjang untuk tujuan penelitian. Pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan maupun usaha penangkaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga yang bergerak dibidang konservasi sumber daya alam hayati dan perlu mendapat ijin dari Departemen Kehutanan Cq. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA). Sejak tahun 1990 berdasarkan SK. No. Kep. 188.44/1067/RO/BKLH tanggal 24 Pebruari 1990 "Maleo" ditetapkan sebagai "Satwa Maskot" daerah Sulawesi Tengah. Ini merupakan kebanggaan bagi masyarakat Sulawesi Tengah dan Indonesia pada umumnya. Demikian juga menjadi citra bagi bangsa Indonesia di dunia Internasional.

IDENTIFIKASI
Jenis (species) Maleo (Macrocephalon maleo) termasuk genus Macrocephalon, famili Megapodius ordo Megapodidae dan klass burung (Aves) dari dunia hewan Vertebrata. Jenis yang termasuk Megapodidae yang ada di Indonesia terdapat 8 jenis/species terdiri dari 13 Sub species. Sedangkan yang telah banyak dikenal dan yang dilindungi ada 2 (dua) species yaitu Maleo dan burung Gosong (Megapodius reinwardt). Burung gosong tersebar disepanjang pantai Nusa Tenggara Timur, Maluku Tenggara, P. Kangean (Jawa Timur) dan Irian. Maleo dewasa memiliki ukuran berat ± 3 Kg, panjang ± 23 Cm dari paruh sampai dengan ekor. Ukuran badan yang jantan dan betina sama. Telur berbentuk oval, panjang ± 11 Cm diameter ±6 Cm, berat ± 230 gram dengan warna putih kemerah-merahan. Badan tertutup oleh bulu yang pendek (2-5 Cm) berwarna putih kemerah-merahan. Bulu sayap berwarna hitam panjang ± 25 Cm dan panjang sayap ± 18 Cm, panjang leher ± 14 Cm. Bagian atas kepala tertutup genjer berbentuk topi waja berwarna hitam dengan tebal ± 2 Cm tinggi 2,1 Cm, kaki bagian atas (paha) panjang 10 Cm tertutup bulu berwarna hitam.

SIFAT HIDUP

Maleo termasuk jenis satwa yang aneh kerena tak pernah memperhatikan kelangsungan hidup dari keturunannya. Burung ini meletakkan telurnya didalam pasir panas dan dibiarkan tanpa pengawasan sama sekali dari induknya sampai telur menetas. Maleo kecil yang baru lahir harus mencari makan sendiri tanpa bimbingan dari pengasuh untuk mulai hidup di alam bebas. Meskipun memiliki sayap dengan bulu yang cukup panjang, namun lebih senang jalan kaki dari pada terbang. Biasanya yang dewasa sering diketemukan berpasangan ditempat terbuka dan berpasir panas. Penggalian pasir untuk meletakkan telurnya, secara bergantian jantan dan betina. Telur tadi ditimbun lagi dan ditinggalkan begitu saja dan tak pernah diurus lagi.

HABITAT DAN PENYEBARANNYA

Habitat atau tempat hidup Maleo adalah daerah berpasir atau pada aliran sungai yang berpasir maupun disekitar sumber-sumber air panas di dalam hutan sampai daerah pasir pantai. Penyebaran terbatas di Pulau Sulawesi (endemik Sulawesi) dan di Sulawesi Tengah. Di perkirakan penyebaran habitatnya relatif cukup luas. Umumnya diempat Kabupaten di Sulawesi Tengah terdapat hidup di alam bebas baik didalam kawasan maupun ditempat lain diluar kawasan hutan. Dibeberapa lokasi kawasan konservasi yang telah ditunjuk/ditetapkan terdapat hidup Maleo, diantaranya Suaka Margasatwa Bakiriang di Kabupaten Banggai, SM Pinjan/Tanjung Matop di Kabupaten Toli-toli, Cagar Alam (CA) Morowali di Kabupaten Poso. Dan Taman Nasional (TN) Lore Lindu termasuk Kabupaten Donggala. Penyebaran diluar kawasan konservasi yang termonitor antara lain di daerah Tanjung Santigi Kecamatan Motong. Tanjung Desa Rerang Kecamatan Damsel, daerah Bungku, Sausu dan lain-lain.

PEMBINAAN HABITAT

Upaya pembinaan populasi Maleo, antara lain melalui pembinaan habitat/tempat bertelur di SM Bakiriang dan TN Lore Lindu walaupun masih perlu peningkatan/pengamanan dari tekanan gangguan yang berasal dari manusia, penetapan kawasan baru menjadi kawasan Konservasi atau perlindungan habitat bertelur. Usaha-usaha penangkaran yang dilakukan oleh instansi/lembaga yang bergerak di bidang konservasi sumber daya alam hayati belum ada.
MASALAH Maleo adalah jenis satwa yang peka terhadap gangguan. Gangguan di alam bebas antara lain : terdesaknya habitat terutama yang berada di luar kawasan konservasi, pemanfaatan telurnya oleh manusia serta predator antara lain : Biawak (Varanus sp), Babi Hutan (Sus sp). Upaya budi daya/penangkaran relatif masih sulit dan belum ada yang berminat melakukannya. Namun demikian justru perkembangan populasi secara alamiah pada habitat aslinya yang diutamakan. Apabila ini terjadi sudah tentu akan menjamin kelangsungan hidupnya sepanjang masa.

PEMANFAATAN
Pemanfaatan yang dapat dilakukan antara lain untuk menunjang kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan/pendidikan budidaya. Pemanfaatan lain yakni sebagai atraksi wisata secara terbatas, pada habitat alamnya baik di kawasan konservasi (suaka alam) maupun diluar kawasan konservasi.

HIMBAUAN
Hindarilah kebiasaan menangkap/membunuh jenis Maleo dan jenis satwa lainnya yang dilindungi termasuk pemanfaatan bagian-bagian lainnya. Lestarikan Maleo sebagai satwa Mascot daerah Sulawesi Tengah demi martabat dan citra masyarakat Bangsa dan Negara. Hindarilah sangsi UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Pasal 40 ayat 1 s/d 4). Terima kasih apabila anda juga turut melindungi dan membantu melestarikan jenis burung Maleo ini berarti anda turut bertanggung jawab bagi generasi yang akan datang.

BKSDA VI SULAWESI TENGAH Jl. Moh Yamin No. 19 Palu 94114

Tidak ada komentar:

Posting Komentar