Selasa, 04 September 2012

MUSEUM NEGERI PROVINSI SULAWESI TENGAH

Museum Negeri Provinsi Sulawesi Tengah mulai dibangun pada tahun anggaran 1977/1978. Museum ini dibangun di atas tanah seluas 1,8 Ha di Jalan Kemiri No. 23 Palu. Dari awal pembangunannya, Museum Negeri Provinsi Sulawesi Tengah terus mengalami perkembangan yang pada akhirnya resmi dinyatakan sebagai Unit Pelaksana Teknis berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 0754/0/1987 tanggal 2 Desember 1987. Museum ini bertujuan menyelamatkan warisan peninggalan sejarah dan budaya nasional dan turut ambil bagian dalam pembinaan kebudayaan bangsa. Di samping itu, museum ini juga berusaha meningkatkan apresiasi masyarakat terutama generasi pelanjut terhadap nilai-nilai kebudayaan dan nilai-nilai sejarah sehingga generasi muda bangsa Indonesia tidak kehilangan jati dirinya.

Museum Negeri Provinsi Sulawesi Tengah sejak berdirinya hingga saat ini sudah mengalami satu kali renovasi tata pameran, penyempurnaan dan penambahan sarana yang kesemuanya dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan masyarakat.

Sarana dan Fasilitas Museum
A. Taman
1. Taman Lore
Taman Lore terletak di bagian depan museum seluas kurang lebih 2.500 m². Lore adalah nama daerah atau etnis yang mendiami jantung pulau Sulawesi. Di daerah inilah ditemukan banyak sekali peninggalan purbakala yang sangat menakjubkan dan hingga kini belum sepenuhnya dapat ditemukan. Patung-patung yang terdapat dalam taman ini adalah replika atau tiruan salah satu dari sejumlah patung serupa dan khas peninggalan zaman prasejarah yang terdapat di Lore, Kabupaten Poso, seperti: patung batu Tadulako, kalamba dan arca Palindo (patung sepe).

Taman Tuva
Taman Tuva terletak di bagian timur museum dengan luas sekitar 300 m². Nama taman ini diambil dari nama sebuah desa yaitu Tuva di Kabupaten Sigi yang terletak kurang lebih 50 km sebelah selatan Kota Palu, dan dari desa inilah lumpang-lumpang batu kuno yang ditata sebanyak 6 buah dalam taman ini ditemukan terpendam dalam tanah selama ratusan tahun. Lumpang batu ini terbuat dari batu Mollase. Bagian permukaan rata dan halus dan ditengah-tengah terdapat lubang. Penduduk menamakannya “Vatu Nonju” (Lumpang Batu).

3. Taman Gawalise
Taman Gawalise diambil dari nama sebuah gunung yang tertinggi di sebelah barat Kota Palu. Suasana taman ini menggambarkan alam pegunungan daerah Pakava yang sebagiannya terletak di lereng-lereng gunung Gawalise dengan bentuk rumah penduduknya yang khas.

4. Taman Pekurehua
Taman ini adalah taman megalit yang letaknya berada di antara Banua Oge dan Auditorium Museum. Beberapa arca menhir yang ditata dalam taman ini merupakan pencerminan arwah leluhur di daerah lembah Napu ribuan tahun yang lalu.

B. Gedung dan Ruangan
1. Gedung Administrasi
Tahun anggaran 1977/1978 telah dilaksanakan pembangunan tahap I gedung administrasi seluas 200 m². Gedung tersebut menggunakan gaya arsitektur tradisional Pakava dengan menstelir dalam bentuk modern khususnya atap. Pada tahap II tahun anggaran 1978/1979 telah diadakan perluasan pembangunannya seluas 205 m². Dengan demikian secara keseluruhan gedung administrasi tersebut mempunyai luas 405 m².

2. Lobo
Gedung yang luasnya 1.000 m² ini dibangun dengan gaya arsitektur Lobo, yaitu rumah adat di Kecamatan Kulawi, Kabupaten Donggala. Gedung ini digunakan sebagai tempat pameran tetap.

3. Gedung Auditorium
Gedung Auditorium Museum digunakan sebagai tempat pelaksanaan kegiatan seperti pameran pertemuan dan kegiatan-kegiatan lain yang mendukung kelestarian budaya daerah ini. Gedung yang luasnya 500 m² ini dibangun dengan bentuk arsitektur Tambi, yaitu rumah tinggal masyarakat wilayah Kecamatan Lore, Kabupaten Poso. Pondasi rumah ini dirancang khusus sehingga tahan terhadap gempa. Demikian pula, dapurnya ditempatkan pada bagian tengah rumah sehingga dapat memberikan kehangatan bagi penghuninya.

4. Banua Oge
Bentuk bangunan ini menyerupai rumah atau istana raja di Kabupaten Donggala. Luasnya 500 m² dan sekarang digunakan sebagai tempat pameran tetap.

5. Gedung Koleksi (storage)
Gedung yang dibangun pada tahun 1993 ini berkapasitas 150 meter bujur sangkar. Selain digunakan sebagai gudang koleksi juga dilengkapi dengan ruangan tempat para petugas atau kurator di museum ini melaksanakan tugas-tugas yang berkaitan dengan pengelolaan koleksi. Konstruksi bangunan ini mengambil gaya arsitektur baruga yaitu suatu tempat melaksanakan pertemuan dan rapat-rapat penting.

6. Gedung Konservasi dan Preparasi
Gedung ini merupakan pusat kegiatan konservasi dan preparasi Museum Negeri Provinsi Sulawesi Tengah. Gedung yang luasnya 400 m² ini dibangun dengan gaya arsitektur baruga yaitu tempat melaksanakan pertemuan atau rapat-rapat penting.

7. Ruang Perpustakaan
Perpustakaan Museum adalah perpustakaan yang khusus diperuntukkan bagi karyawan dan karyawati museum. Perpustakaan ini didirikan pada tahun 1992 dan hingga sekarang koleksinya sudah mencapai 3.238 buah dan 1.267 judul dengan berbagai disiplin ilmu.

8. Ruang Audiovisual
Ruang ini berkapasitas 40 orang, digunakan sebagai tempat bimbingan edukatif kultural yang diperlengkapi dengan sarana penunjang seperti proyektor slide dan beberapa paket bimbingan. Ruang ini diperuntukkan bagi siswa, pengunjung rombongan, tamu-tamu resmi yang berkunjung ke museum ini.

9. Ruang Koperasi
Koperasi “Gawalise” Museum Negeri Provinsi Sulawesi Tengah didirikan pada tanggal 3 Juni 1992. Koperasi ini beranggotakan karyawan dan karyawati Museum Negeri Provinsi Sulawesi Tengah yang jumlahnya 70 orang. Ruang Koperasi “Gawalise” berada pada sebuah bangunan kecil berukuran 7 x 4 m. Rumah ini dibangun dengan arsitektur Tambi yaitu bentuk rumah tinggal masyarakat daerah pegunungan di Kabupaten Poso.

Ruang Pameran
Ruang Pameran yang dimiliki oleh Museum Negeri Provinsi Sulawesi Tengah ada 2 bangunan, yaitu Ruang Pameran Tetap I yang ditempatkan pada sebuah gedung dengan mengambil arsitektur Lobo – sebuah rumah adat di Kecamatan Kulawi, Kabupaten Donggala dan Kecamatan Lore, Kabupaten Poso – dan Ruang Pameran Tetap II yang ditempatkan pada sebuah gedung yang disebut Banua Oge yaitu bentuk Istana Raja di daerah Lembah Palu pada masa dahulu.
Ruang Pameran Tetap I memamerkan koleksi yang ditata secara sistematis sebagai berikut:
A. Ruang Sejarah Alam (Natural History Room)
Ruang ini memamerkan keadaan alam dan lingkungan Sulawesi Tengah seperti kekayaan hutan flora dan fauna khas yang tidak dijumpai di daerah lain.

B. Ruang Etnik (Ethnic Room)
Ruang ini menggambarkan keragaman budaya dan system kekerabatan yang dimiliki oleh masyarakat Sulawesi Tengah, tercermin dari bentuk dan model pakaian tradisional yang biasa digunakan oleh kelompok etnis yang mendiami wilayah daerah Sulawesi Tengah yaitu: suku Kaili, suku Pamona, suku Tomini, suku Tolitoli, suku Buol, suku Kulawi, suku Lore, suku Mori, suku Bungku, suku Saluan, suku Balantak dan suku Banggai.

C. Ruang Peralatan Dapur dan Peralatan Seni (Kitchen and Art Equipment Room)
Ruang ini memamerkan peralatan dapur dan peralatan seni masyarakat daerah Sulawesi Tengah zaman dulu

D. Ruang Pola Pemukiman, Sistem Mata Pencaharian dan Alat Transportasi (Settlement Pattern, Occupation System and Transportation Tool Room)
Ruang ini memamerkan bentuk-bentuk rumah, sistem mata pencaharian dan alat transportasi yang ada di wilayah Sulawesi Tengah kala itu.

E. Ruang Teknologi Tradisional (Traditional Technology Room)
Ruang ini memamerkan beberapa perangkat alat tradisional yang dipergunakan masyarakat Sulawesi Tengah dalam kehidupannya untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari dengan mempergunakan cara-cara yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

F. Ruang Daur Hidup (The Life Cycle Room)
Ruang ini memamerkan beberapa upacara adat yang berhubungan dengan kelahiran, meningkat dewasa, perkawinan dan upacara kematian. Upacara-upacara adat ini masih berlaku dalam masyarakat, karena erat hubungannya dengan kepercayaan dan hokum adat setempat, misalnya tidak mentaati aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan yang berlaku akan mendapat kutukan sesuai dengan kepercayaan masyarakat tersebut.
Ruang Pameran Tetap II memamerkan koleksi yang ditata secara sistematis sebagai berikut:
A. Koleksi Arkeologika (Archaeological Collection)
Koleksi ini merupakan hasil budaya manusia masa lampau yang menjadi obyek penelitian arkeologi, seperti arkeologi prasejarah, arkeologi klasik (pengaruh Hindu/Budha) dan arkeologi Islam.

B. Koleksi Historika (Historical Collection)
Koleksi ini merupakan salah satu bukti perlawanan rakyat daerah terhadap bangsa penjajah, seperti baju, tombak dan guma kalama milik Raja Intiovalangi, Toma Itorengke, pada tahun 1904 – 1908.

C. Koleksi Etnografika (Ethnographical Collection)
Jenis koleksi ini merupakan yang terbanyak jumlahnya di Museum Negeri Provinsi Sulawesi Tengah, seperti kulit kayu dan guma.

D. Koleksi Numismatika/Heraldika (Numismatical Collection)
Museum Negeri Provinsi Sulawesi Tengah memiliki sejumlah koleksi mata uang logam maupun kertas. Koleksi mata uang ini terdiri dari uang Dollar, Gulden dan Rupiah yang bertanda tahun 1940 hingga 1950-an.

E. Koleksi Filologika (Philological Collection)
Koleksi ini terbatas jumlahnya, berupa naskah kuno yang ditulis tangan yang menguraikan sesuatu hal atau peristiwa, seperti naskah Bugis (Lontara) yang menceritakan tentang mitos dan legenda masa silam. Ada juga di antaranya yang ditulis di atas kulit kayu yang merupakan almanak atau petunjuk hari-hari baik yang dapat memberikan keberuntungan bagi seseorang yang memulai perjalanannya pada hari baik yang ditunjukkan oleh almanak itu.

F. Koleksi Keramologika (Ceramical Collection)
Museun Negeri Provinsi Sulawesi Tengah mempunyai sejumlah besar keramik yang terdiri dari keramik local dan keramik asing. Keramik lokal diduga sudah ada sejak zaman prasejarah yang digunakan sebagai wadah untuk penguburan kedua. Sedangkan keramik asing dikelompokkan menurut usia atau dinastinya, seperti keramik Cina (Dinasti Sung abad 13, Dinasti Yuan abad 14, Dinasti Ming abad 16 dan Dinasti Ching abad 16/17), keramik Vietnam abad 14, keramik Thailand abad 15/16 dan keramik Eropa abad 17-20.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar