Selasa, 04 September 2012

Indahnya Pulau Lingayan



Bulan malam itu baru menampakkan cahayanya, bertengger di sela-sela pegunungan. Cahayanya menyinari seantero Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, tak terkecuali Pulau Lingayan, sebuah pulau yang eksotis seluas 210 hektare.

Cahaya dewi malam itu ikut menerangi lautan yang tenang dan bening hingga aktivitas nelayan malam di Lingayan tampak jelas dari kejauhan. Demikian pula pulau-pulau kecil di sekeliling pulau Lingayan dan dermaga pendaratan ikan di pulau itu juga ikut terang, semakin menambah keeksotisan pulau terluar di Indonesia itu. “Kalau kami tidak melaut, biasanya kami duduk santai di dermaga ini. Sekadar kumpul atau jalan-jalan malam,” kata Bakhtiar, salah seorang pemuda yang sedang menikmati rembulan di dermaga pendaratan ikan setempat.

Dermaga yang panjangnya lebih dari 200 meter itu, awalnya dibangun untuk pendaratan ikan bagi para nelayan. Tetapi jarang difungsikan karena airnya dangkal. Di malam hari terutama saat bulan terang, dermaga itu berubah fungsi menjadi tempat nongkrong penduduk setempat. “Ada juga yang datang memancing dari atas dermaga,” kata Bakhtiar.

Pulau Lingayan adalah satu dari tiga pulau terluar di Tolitoli. Didiami 64 kepala keluarga dari berbagai suku. Hampir seluruh penduduknya bekerja sebagai nelayan. Pulau ini juga terkenal dengan ikan batunya yang segar.“Ada yang datang ke sini hanya untuk makan ikan segar. Biasanya mereka bakar di pinggir pantai,” kata Bakhtiar.

Pulau terluar Indonesia di Kabupaten Tolitoli ini, memiliki keindahan alam yang eksotis. Butiran pasir pantainya kecil mengilap. Terasa halus disentuh jemari. Pantainya juga belum tercemar limbah rumah tangga atau limbah plastik.

Jika ada limbah plastik seperti botol air mineral yang berserakan, tidak akan bertahan lama. Limbah itu dipungut nelayan setempat untuk dijadikan pelampung pukat atau alat pancing lainnya.

Di sekitar pulau Lingayan, terdapat belasan pulau-pulau kecil. Karena itulah sebelum sampai ke Lingayan, pengunjung akan melihat lebih dulu dua pulau kecil seluas lapangan tenis yang diapit daratan Tolitoli dan Lingayan.

Lekukan tebing pulau itu tampak jelas. Batunya cadas. Di atasnya ditumbuhi pepohonan yang rindang. “Di pulau itu ada gua. Tapi orang tidak berani masuk ke dalam,” kata Bakhtiar menjelaskan. Selain pulau-pulau kecil dan butiran pasirnya yang khas, alam bawah laut Lingayan juga menyimpan keindahan. Aneka ragam karang dan ikan hias laut bisa dijumpai di sini. Bisa dijadikan tempat diving bagi para petualang bawah laut.

Berdasarkan administrasi pemerintahan, Pulau Lingayan masih bagian dari Desa Ogotua, Kecamatan Dampal Utara, sekitar 200 kilometer arah Selatan ibukota Tolitoli. Untuk menyeberang ke pulau Lingayan cukup dengan menggunakan perahu ketinting dari daratan Ogotua.

Tidak ada perahu sewa, tetapi bisa ikut nelayan jika kebetulan ada yang menyeberang. Waktu tempuhnya kurang dari 30 menit. Jaraknya pun cukup dekat, kurang dari dua kilometer. “Biasanya ada nelayan dari Lingayan ke Ogotua beli beras atau datang mengambil air bersih. Bisa menumpang dengan mereka,” kata Bahtiar.

Lautnya yang teduh dan bersih dari limbah, masyarakat Lingayan sebagian memanfaatkannya untuk budi daya rumput laut. Kadar dan kelembaban air laut di Lingayan cocok untuk rumput laut jenis cottonii. “Ini salah satu hasil rumput laut yang kami kembangkan di sini (Lingayan),” kata Usman, imam masjid di Lingayan sambil menunjuk rumput laut yang tengah dikeringkan di depan rumahnya. Rumput laut di pulau Lingayan terbilang berkualitas. Batangnya besar dan bersih. Tetapi karena dikelola secara konvensional, hasilnya kurang memuaskan. Rumput laut hasil panen nelayan setempat hanya dijemur di atas pasir beralas daun kelapa.

Pulau Lingayan bisa dikelilingi dengan berjalan kaki menyusuri bibir pantainya. Beberapa titik tertentu berbatu. Namun lebih banyak yang berpasir. Deru ombak kecil yang memecah sepanjang pantai menambah keindahan suasana perjalanan mengelilingi pulau terluar di Indonesia itu. Menurut Usman, dalam kondisi tertentu ombak laut lepas yang memecah Lingayan kerap menggunung sehingga cocok untuk kegiatan berselancar.

“Kalau ada yang senang main selancar bisa juga datang ke sini,” katanya. Sepanjang perjalanan mengelilingi pulau itu, pengunjung bisa pula mengintip aktivitas burung Molong (sebutan masyarakat lokal) pada species burung sejenis Maleo yang bertelur di semak-semak. Badan dan ukuran telur Molong kurang lebih sama dengan burung Maleo.

“Burung Molong ini aneh. Setiap bertelur suaranya seperti bayi menangis,” kata Usman menceritakan keanehan burung species sejenis Maleo itu.
Molong biasanya bertelur pada pagi, sore dan siang hari. Burung ini bertelur di pasir di bawah semak-semak yang jauh dari gangguan manusia atau binatang buas lain.

Molong kini menjadi binatang langka karena speciesnya semakin berkurang. Binatang berwarna hitam itu diburuh masyarakat karena daging dan telurnya dimakan. “Untuk menangkap burung ini pemburu biasanya memasang perangkap di jalan tempat keluarnya,” kata Usman.
Melihat keindahan Pulau Lingayan yang menarik itu, baik Usman maupun Bakhtiar berharap pemerintah bisa melirik Pulau Lingayan sebagai salah satu wisata bahari. Selain mendatangkan devisa, wisata juga diharapkan bisa membantu perekonomian masyarakat setempat yang selama ini hidup dalam kondisi ekonomi yang memprihatinkan. “Kami berharap perhatian pemerintah untuk melirik Lingayan sebagai salah satu wisata bahari alternatif,” kata keduanya.(antara)

Sumber: http://adhanet.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar