Senin, 13 Agustus 2012
DESA KATU LORE LINDU
Katu merupakan sebuah desa kecil yang dihuni oleh 227 penduduk dimana lahan-lahan adat mereka berada di dalam taman nasional, saat kawasan ini didirikan secara resmi pada pertengahan tahun 1990-an.
Katu telah beberapa kali dipindahkan oleh orang-orang luar selama abad yang lalu. Pada tahun 1918, pemerintah penjajah Belanda memaksa penduduk ini untuk pindah ke kota Bangkeluho untuk membantu pengumpulan pajak, namun penduduk pindah kembali ke Katu pada tahun 1925. Pada tahun 1949, mereka dipaksa lagi untuk menetap kembali di Bangkeluho, kali ini oleh pemerintah Indonesia yang baru merdeka. Ketika penyakit epidemik melanda Bangkeluho pada akhir tahun 1950-an, penduduk ini sekali lagi kembali ke tanah leluhur mereka di Katu. Kehidupan mereka tidak di ganggu lagi sampai tahun 1970-an, saat pemerintah mengumumkan lahan mereka sebagai “Kawasan Konservasi Pengelolanan Hidupan Liar Lore Kalamanta,” dan mulai menekan mereka lagi untuk meninggalkan lahannya. Tekanan bertambah banyak pada tahun 1985 saat berbagai rencana diumumkan untuk menggabungkan kawasan mereka ke dalam Taman Nasional Lore Lindu yang direncanakan, dan tekanan selanjutnya bertambah saat Proyek Konservasi dan Pembangunan Terpadu di Sulawesi Tengah diluncurkan oleh pemerintah pada pertengahan tahun 1990-an, didukung oleh dana dari Asian Development Bank.
Katu menolak berbagai tekanan yang terus menerpa mereka untuk pindah, dan dengan bantuan para LSM lingkungan pada tahun 1998, mereka mengadakan suatu survei inventarisasi sumber daya alam di kawasan mereka, dan mendokumentasikan berbagai kegiatan pengolahan sumber daya alam mereka. Survei ini mengungkapkan suatu sistem budidaya pertanian yang kompleks dengan menggunakan lusinan varietas tanaman lokal, dan berbagai sistem pemanenan hasil hutan secara lestari yang telah di terapkan selama berabad-abad tanpa merusak hutan.
Pada bulan April 1999, Katu akhirnya memenangkan perjuangan panjang mereka untuk mempertahankan lahan leluhur mereka di saat pihak taman nasional yang berwenang mengeluarkan suatu surat resmi memberikan hak kepada masyarakat Katu untuk menetap di lahan mereka (1.178 ha) dan mengelolanya dengan menggunakan berbagai sistem tradisional dan pengolahan sumberdaya nenek moyang mereka. Dua faktor yang akhirnya menghasilkan keputusan ini adalah bukti ilmiah empiris yang benar dan menunjukkan bahwa berbagai kegiatan pengolahan sumber daya oleh masyarakat katu itu bersahabat dengan lingkungan dan bersifat lestari, dan kenyataan bahwa Katu mampu menghasilkan peta-peta rinci yang mendokumentasikan berbagai klaim tanah adat mereka dan dokumen lengkap berbagai sistem, tata guna lahan mereka. ABRI secara resmi mengakui hak mereka, Katu menjadi lebih vokal dan agresif dalam menentang dan melaporkan pembalakan ilegal dan berbagai perambahan lainnya oleh orang-orang dari luar ke dalam wilayah Taman Nasional, suatu masalah semakin berkembang di Lore Lindu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar