Minggu, 19 Agustus 2012
SULAWESI SUATU ANUGERAH DI KAWASAN WALLACEA
Sulawesi merupakan pulau yang khas dan terletak di tengah-tengah kawasan Wallacea. Kawasan ini merupakan wilayah yang terletak di antara dua benua yaitu Asia dan Australia. Karena posisinya di tengah, maka kawasan ini memiliki tingkat endemisitas yang tinggi dalam hal flora dan fauna, serta memiliki perbedaan yang sangat jelas dengan Kalimantan yang hanya dipisahkan oleh Selat Makassar yang tidak terlalu luas.
Hal ini pertama kali dilaporkan oleh Alfred Wallace yang melakukan perjalanan keliling Indonesia pada tahun 1856 sampai 1862. Agar kita dapat lebih memahami keberadaan dan keistimewaan pulau Sulawesi maka disusunlah suatu essai yang akan menjelaskan bagaimana sejarah geologi terbentuknya pulau Sulawesi, penyebaran flora dan fauna serta hubungannya dengan pulau-pulau disekitarnya.
PERJALANAN WALLACE
Alfred Russel Wallace adalah seorang berkebangsaan Inggris yang melakukan perjalanan mengelilingi Indonesia dimulai dari Borneo sampai Irian termasuk Sulawesi. Wallace mengemukakan pandangannya bahwa kepulauan Indonesia dihuni oleh dua fauna yang berbeda, satu di bagian timur dan yang lainnya di bagian barat. Wilayah ini ditentukan atas dasar agihan jenis jenis burung dengan menempatkan batasnya antara Lombok dan Bali antara Kalimantan dan Sulawesi. Kalimantan dan Sulawesi memiliki burung yang berbeda, padahal tidak terpisahkan oleh perintang fisik atau iklim yang berarti. Wallace berpendapat bahwa Kalimantan, Jawa dan Sumatra pernah merupakan bagian Asia dan bahwa Timor, Maluku, Irian dan barangkali Sulawesi merupakan bagian benua Pasifik Australia. Fauna Sulawesi tampak demikian khas, sehingga diduga Sulawesi itu pernah bersambung baik dengan benua Asia maupun benua Pasifik Australia.
Di Sulawesi Wallace melakukan perjalanannya yang dimulai dari Ujung Pandang (Makassar) pada bulan September Desember 1856, kemudian pada bulan Juni September 1859 berada di Manado dan bagian Minahasa serta pulau pulau kecil di sekitarnya. Dari hasil perjalanannya ini Wallace menyatakan bahwa pulau Sulawesi terletak di tengah-tengah kepulauan yang sebelah utaranya berbatasan dengan Filipina, sebelah barat dengan Borneo, sebelah timur dengan pulau Maluku dan sebelah selatan dengan kelompok Timor. Dengan demikian posisi Sulawesi dapat lebih mudah menerima imigran dari semua sisi jika dibandingkan dengan pulau Jawa.
Pada hasil pengujian hewan pada pulau besar di kepulauan, ini menunjukkan Sulawesi merupakan daerah yang mempunyai jumlah species yang rendah dan terisolasi. Seperti jumlah mamalia dan burung burung yang langka lebih dari setengah spesies ditemukan di daratan Sulawesi. Hasil dari perbandingan ini, bahwa meskipun Sulawesi merupakan satu pulau besar dengan hanya beberapa kelompok kecil yang berdekatan, namun harus diingat ini merupakan satu bentuk dari divisi besar dalam kepulauan yang sama pada tingkat dan kepentingan untuk kelompok Filipina atau Maluku sepenuhnya, pulau Papua atau pulau Indomalaya (Jawa, Sumatra, Borneo dan Semenanjung Malaya).
Perbandingan Burung Sulawesi dengan kelompok lain.
Hawks, Parrots, Pigeon (%species khas)
Wilayah Indo Malaya 54
Kelompok Filipina 73
Sulawesi 60
Kelompok Maluku 62
Kelompok Timor 47
Kelompok Papua 74
Dari hasil ini memberikan karakter umum dari hewan hewan Sulawesi yang menunjukkan bahwa pulau ini adalah benar benar satu dari bagian yang paling terisolasi .
SEJARAH GEOLOGI SULAWESI
Zaman Paleozoikum
Pada periode Perm (280 Ma.) semua daratan menjadi satu benua yaitu benua Pangea.
Zaman Mesozoikum
Pada periode Trias (250 Ma), pecahnya Pangea menjadi dua yaitu Laurasia dan Gondwana. Laurasia meliputi Amerika Utara, Eropa dan sebagian besar Asia sekarang. Sampai beberapa tahun belakangan ini pandangan yang umum diterima dalam sejarah geologi adalah bahwa Indonesia dan wilayah sekitar bagian barat (Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan dan bagian barat Sulawesi) merupakan bagian benua Laurasia, yang belum lama berselang masih terpisahkan dari bagian timur ( bagian Timur Sulawesi, Timor, Seram, Buru, dan seterusnya) yang merupakan bagian benua Gondwana.
Pada Periode Jura (215 Ma.), Bagian barat Sulawesi bersama sama dengan Sumatera, Kalimantan, dan daratan yang kemudian akan menjadi kepulauan lengkung Banda dianggap terpisahkan dari antartika dalam pertengahan zaman Jura, atau dengan kata lain, Bagian barat Indonesia bersama dengan Tibet, Birma Thailand, Malaysia dan Sulawesi Barat, terpisah dari benua Gondwana.
Zaman Konozoikum
Pada kurun Eosen (60 Ma) Australia terpisah dari Antartika, vulkanisme mulai timbul di bagian barat Sulawesi.
Pada kurun Oligosen (40 Ma), Posisi Indonesia bagian barat dan Sulawesi bagian barat, posisinya seperti posisi sekarang.
Pada kurun Miosen (25 Ma), Australia, Irian dan bagian timur Sulawesi barangkali terpisahkan dari Irian sebelum bertabrakan dengan Sulawesi bagian barat, pada zaman pertengahan miosen dimana mulai munculnya daratan. Dimana Australia, Sulawesi Timur dan Irian terus bergarak ke utara kira kira 10 cm pertahun.
Peristiwa yang paling dramatik dalam sejarah geologi Indonesia terjadi dalam kurun Miosen, ketika lempeng Australia bergerak ke Utara mengakibatkan melengkungnya bagian timur, lengkung Banda ke Barat. Gerakan ke arah barat ini digabung dengan desakan ke darat sepanjang sistem patahan Sorong dari bagian barat Irian dengan arah timur barat, mengubah kedua masa daratan yang akan menghasilkan bentuk khas Sulawesi yang sekarang. Diperkirakan tabrakan ini terjadi pada 19-13 Ma yang lalu. Kepulauan Banggai Sula bertabrakan dengan Sulawesi timur dan seakan akan menjadi ujung tombak yang masuk ke Sulawesi barat, yang menyebabkan semenanjung barat daya berputar berlawanan dengan arah jarum jam sebesar kira kira 35 derajat, dan bersama itu membuka teluk Bone. Semenanjung Utara memutar ujung utaranya menurut arah jarum jam hampir sebesar 90 derajat ,yang menyebabkan terjadinya subduksi (penempatan secara paksa suatu bagian kerak bumi di bawah bagian lain pada pertemuan dua lempeng tektonik), sepanjang Alur Sulawesi Utara dan Teluk Gorontalo. Dan Obduksi (penempatan secara paksa suatu bagian kerak bumi diatas bagian lain pada pertemuan dua lempeng tektonik),batuan ultra basis di Sulawesi timur dan tenggara diatas reruntuhan pengikisan atau endapan batuan yang lebih muda yang bercampur aduk.
Diperkirakan juga bahwa, Sulawesi barat bertabrakan dengan Kalimantan timur pada akhir Pliosen (3 Ma. yang lalu) yang sementara itu menutup selat Makasar dan baru membuka kembali dalam periode Kwarter, meskipun tidak ada data pasti yang menunjang pendapat ini. Endapan tebal dari sebelum Miosen di selat Makasar memberikan petunjuk bahhwa Kalimantan dan Sulawesi pernah terpisahkan sekurang-kurangnya 25 Ma. dalam periode permukaan laut rendah, mungkin sekali pada masa itu terdapat pulau-pulau khususnya di daerah sebelah barat Majene dan sekitar gisik Doangdoang. Di daerah Doangdoang, penurunan permukaan air laut sampai 100 m. akan menyebabkan munculnya daratan yang bersinambungan antara Kalimamantan tenggara dan Sulawesi barat daya. Biarpun demikian, suatu pengamatan yang menarik ialah bahwa garis kontur 1000 m di bawah laut di sebelah timur Kalimantan persis sama dengan garis yang sama di Sulawesi barat, sehingga mungkin selat Makasar dulu hanya jauh lebih sempit.
Sulawesi meliputi tiga propinsi geologi yang berbeda-beda, digabung menjadi satu oleh gerakan kerak bumi. Propinsi-propinsi tersebut adalah Sulawesi barat dan timur yang dipisahkan oleh patahan utara barat laut antara Palu dan Teluk Bone (patahan Palu Koro), serta Propinsi Banggai Sula yang mencakup daerah Tokala di belakang Luwuk dan Semenanjung Barat laut, Kepulauan Banggai, pulau Buton dan Kep. Sula (yang kenyataannya merupakan bagian Propinsi Maluku)
MAMALIA SULAWESI
Fauna Sulawesi merupakan yang paling khas di seluruh Indonesia terutama diantara hewan-hewan menyusui (mamalia). Sulawesi serta pulau-pulau di sekitarnya yang terdekat mempunyai 127 jenis mamalia asli terdiri atas 15 famili dan 55 genus. Dari seluruh jenis tersebut, 79 jenis atau 62 % bersifat endemik dan presentasinya bisa meningkat sampai 98 % apabila kelelawar tidak dihitung (Whitten dkk, 1987).
Kuskus
Famili Phalangeridae 2 jenis dari Sulawesi yaitu Ailurops ursinus dan Stigocuscus celebensis serta satu genus Phalanger Phalanger pelengensis di pulau Peleng dan Taliabu.
Tarsius
Famili Tarsiidae 3 jenis Tarsius di Sulawesi yaitu Tarsius spectrum, Tarsius pumilus dan Tarsius dianae.
Yaki Sulawesi
Famili Cercopithecidae Ada 7 jenis Macaca di Sulawesi yang tersebar dari Semenanjung Utara Minahasa sampai di selatan Sulawesi.
Tupai
Famili Sciuridae Ada 3 genus tupai dari Sulawesi yaitu Rubrisciurus, Hyosciurus dan Prosciurillus. Rubrisciurus hanya satu species, sedangkan Hyosciurus dan Prosciurillus masing-masing 3 spesies.
Curut
Famili Soricidae Hanya satu genus yaitu Crocidura yang terdiri dari 8 spesies.
Tikus
Famili Muridae Ada 14 genus dengan 36 spesies.
Musang
Famili Viveridae Ada 3 jenis musang yang terdata di Sulawesi tetapi hanya Macrogalidia musschenbroeckii yang asli Sulawesi.
Babi
Famili Suidae Ada dua jenis babi di Sulawesi yaitu Sus celebensis dan Babyrousa babyrussa.
Anoa
Famili Bovidae. Dua jenis Anoa yaitu Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis) dan Anoa Dataran Tinggi (Bubalus quarlessi).
Kelelawar
Kelelawar yang terdata di Sulawesi ada 6 famili dan 59 spesies.
Biogeografi Mamalia Sulawesi Semua hewan plasental Sulawesi berasal dari daerah Sunda, kecuali hewan marsupial dari genus Phalanger (Musser dalam Whitmore, 1987). Mamalia non-volant menunjukkan hewan kuno, kebanyakan primitif pada masanya. Hewan-hewan original diyakini menyeberang lewat laut yang menyebabkan fauna di pulau ini tidak berimbang (40 % adalah spesies kelelawar), dimana banyak famili dari Sunda tidak ada. Fosil vertebrata semuanya berasal dari sebelah barat daya dan di perkirakan berasal dari masa Pliosen atau Pleistosen. Ada spekulasi bahwa bagian barat daya adalah sebuah pulau dimana faunanya punah berkompetisi sewaktu pulau ini bergabung dengan bagian tengah Sulawesi.
Menurut Cranbrook (1981) dalam (Whitmore, 1987) bahwa secara kumulatif bukti dari hewan bertulang belakang sangat mendukung dimana pada saat tidak ada hubungan atau putusnya hubungan antara Sulawesi dan daerah Sunda. Semua imigran dari daerah Sunda kemungkinan pernah menyeberang lewat laut bukan karena pergerakan pulau Sulawesi tetapi segmen Laurasia mengambang seperti rakit menyebabkan hewan terestrial menyeberang. Pada masa itu tidak ada bukti hewan bertulang belakang mempengaruhi pulau Sulawesi walaupun pada masa Pliosen selat Makasar pernah tertutup. Kemudian beberapa bagian pulau yang terbentuk antara Kalimantan dan Sulawesi kemungkinan muncul pada tingkatan laut yang rendah sehingga menjadi tidak lengkap atau berumur pendek.
Beberapa ahli Biologi, Geologi serta kombinasi keduanya, pernah mengusulkan hubungan antara Kalimantan dan Sulawesi, atau antara Jawa dan Sulawesi, atau terbukanya selat Makasar terjadi pada masa Miosen, Pliosen atau juga Pleistosen. Komposisi fauna mamalia Sulawesi tidak menyumbangkan hipotesis mengenai jembatan pulau atau persilangan (pertemuan) antara Kalimantan dan Sulawesi. Fauna asli Sulawesi sekarang sangat beragam dalam spesies dan genus dibanding dengan pulau Oceanic lainnya, karena :
- Sumber dari kepulauan itu memang sangat kaya akan spesies, genus dan famili.
- Sulawesi sekarang merupakan dataran luas dengan relief topografi yang beragam dan walaupun pada masa lalu kemungkinan adalah suatu kepulauan dari pulau yang besar.
- Adanya adaptasi radiasi beberapa kelompok menghasilkan keturunan yang endemik.
Faunanya berimbang secara fisik dan ekologi pulau tetapi tidak berimbang dalam keragaman kelompok terbesar dibandingkan dengan fauna Sunda. Sulawesi diwakili oleh 15 famili mamalia dimana 6 diantaranya adalah kelelawar. Untuk Phalangeridae sangat jelas berhubungan dengan fauna marsupial dari Australia dan New Guinea. Diantara jenis-jenis Kuskus sedikitnya terdapat kelompok-kelompok marsupial yang berdiri sendiri pada pulau dan di luar daratan utama dari kepulauan New Guinea dan Australia, di mana menjelaskan setidaknya beberapa spesies menyebar luas dibanding famili marsupial lainnya.
Migrasi ke Sulawesi mungkin dimulai sejak akhir Miosen atau awal Pliosen, ini terlihat jelas dimana bagian Sulawesi Timur pada masa pertengahan Miosen mengambang di bawah permukaan laut sedangkan Sulawesi Barat pada masa akhir Miosen berada di atas permukaan laut (Audley-Charles, 1981 dalam Whitmore, 1987). Tingkatan keragaman morfologi dan karakter endemik dari mamalia non-volant menunjukkan banyak spesies yang terdapat di Sulawesi berasal dari daerah Sunda dan sedikit dari timur (Musser dalam Whitmore, 1987).
TUMBUHAN SULAWESI
Konsep tentang garis Wallace telah mempesona ahli-ahli biogeografi, dan keabsahannya berbeda-beda menurut golongan mahkluk hidup yang berbeda pula. Analisis dini mengenai flora Sulawesi menunjukan afinitas dengan timur dan barat, tetapi lebih besar dengan barat. Namun demikian, analisis ini hanya mempertimbangkan 700 jenis. Suatu analisis flora di Malesia pada tingkat marga menunjukkan adanya tiga propinsi di Malesia. Dari ketiga propinsi, Malesia timur meliputi Irian kepulauan Maluku dan Sulawesi.
Analisis belakangan mengenai 4222 jenis dari flora Sulawesi mengungkapkan bahwa flora Sulawesi itu berkerabat paling dekat dengan flora wilayah lain yang relatif kering di Filipina, Maluku, Nusa Tenggara dan Jawa. Tidak ada afinitas yang jelas antara Sulawesi dan pulau-pulau di sebelah timur atau sebelah baratnya. Akan tetapi jenis yang tempat tumbuhnya di habitat pantai, dataran rendah dan ultra basis lebih mirip flora Irian dan jenis-jenis tumbuhan gunung lebih mirip dengan yang di Kalimantan. Makin tinggi dari permukaan laut, jarak antara wilayah dengan ketinggian yang sama semakin jauh, sehingga dengan demikian wilayah yang lebih dekat mempunyai kemungkinan lebih besar untuk dikolonisasi dari pada wilayah yang jauh. Hal ini dapat menerangkan besarnya bagian tumbuhan Kalimantan di gunung gunung Sulawesi tetapi eratnya afinitas antara tumbuhan dataran rendah dan flora Irian mungkin karena Irian relatif lebih banyak mempunyai wilayah yang kering dari pada Kalimantan dan oleh karena itu lebih merupakan sumber jenis tumbuhan yang lebih cocok. Beberapa diantaranya mungkin dibawa ke Sulawesi melalui Taji Sula, sedang yang lain mungkin meloncat dari pulau ke pulau.
Suatu penelaahan mengenai presentase takson yang tidak melintasi garis imajiner antar benua atau dalam benua itu sendiri ke arah yang diberikan, mengungkapkan bahwa garis demarkasi demikian yang paling kuat adalah untuk tumbuhan berasal dari barat antara Kalimantan dan Sulawesi. Kira-kira 50 % tumbuhan yang merupakan jenis endemik Kalimantan tidak terdapat di Sulawesi. Hal ini menunjukkan bahwa selat Makasar pernah terbuka untuk waktu yang sangat lama. Namun demikian, yang sangat menarik perhatian adalah bahwa garis ini sangat lemah bila diperhatikan adanya tumbuhan non endemik asal timur yang melintasi selat Makasar dari Sulawesi ke Kalimantan.
Ternyata jalan yang paling mudah bagi jenis jenis tumbuhan untuk dapat memasuki Sulawesi adalah melalui Jawa dan Nusa Tenggara serta melalui Filipina dan Sangihe. Alasan pertama dibuktikan dengan adanya rantai pulau-pulau antara Jawa/Nusa Tenggara dan Sulawesi di masa yang belum begitu lama silam. Bagi golongan tumbuhan dan hewan tertentu telah banyak ditemukan pola pola agihan yang menarik. Persentase suatu jumlah jenis yang dimiliki bersama oleh pulau pulau yang berdekatan menunjukkan bahwa pada umumnya afinitas yang lebih dekat antara Sulawesi dan pulau pulau di sebelah timurnya, tetapi hal ini untuk sebagian merupakan akibat (perbuatan) flora dan fauna di sebelah timur yang relatif sedikit. Flora pegunungan Sulawesi berasal dari dua sumber : yang berasal dari sumber setempat (anokton) dan yang pusat sumber asalnya di luar daerah yang bersangkutan (alokton). Flora yang alokton, walaupun merupakan minoritas dalam flora pegunungan seluruhnya, memungkinkan pembuatan hipotesis mengenai asalnya. Bagian flora ini tergolong marga marga yang jenis jenisnya hanya ditemukan dalam iklim dingin (yaitu jenis jenis mikroterm), dan di daerah tropika tumbuhan ini umumnya hanya ditemukan di hutan subalpin di gunung gunung pada ketinggian sekitar 2000 m.
Tanah tampaknya hanya sedikit pengaruhnya atau sama sekali tidak berpengaruh terhadap agihannya, mengingat satu jenis yang sama akan dapat ditemukan di tanah-tanah yang berasal dari batuan induk pembekuan, pengendapan, atau volkanik yang masih muda. Walaupun demikian, umur batuan tampaknya tidak ada kaitannya, hanya beberapa jenis tidak terdapat pada tanah volkanik yang masih baru. Dari analisis mengenai agihan kira-kira 900 jenis pegunungan yang telah menyesuaikan diri dengan iklim dingin ini disimpulkan, bahwa ada tiga jalur yang merupakan jalan sehingga tumbuhan tadi dapat sampai ke Sulawesi dalam beberapa periode atau dalam suatu periode dalam zaman geologi yang telah lalu. Tentu saja, deretan pegunungan tinggi yang berkesinambungan tidak terdapat sepanjang jarak jalur ini.
Selama waktu paling dingin dalam zaman Pleistosen suhu rata rata hanya turun kira kira 2oC, yang laju perubahan suhu kira kira sebesar 0,6oC/100 m, setara dengan penurunan pada aras mintakat hutan pada ketinggian 350-400 m. Jumlah puncak gunung yang cocok pada masa-masa yang dingin jelas lebih banyak sekaligus merupakan batu loncatan bagi pemencaran tumbuhan. Palma merupakan golongan tumbuhan yang berguna dalam studi biogeografi, karena marga-marganya setidaknya telah dikenal baik dan golongan ini mewakili suatu golongan tumbuhan yang sudah tua, yang marga marganya telah berkembang menjelang zaman Oligosen (30 Ma yang lalu).
Hanya terdapat dua marga Gronophyllum dan Pigafetta yang monotipik, tetapi tidak terdapat di mana pun lebih jauh ke barat. Hal ini mengherankan dalam hal Pigafetta, karena palma ini merupakan palma subur yang tinggi dalam vegetasi sekunder dengan biji yang kecil. Namun demikian, ada 13 marga palma yang ditemukan tidak lebih timur dari Kalimantan yang lagi lagi menggambarkan bahwa garis Wallace adalah yang paling tampak dalam perjalanan dari barat ke timur. Walaupun begitu, dua marga yaitu Oncosperma palma kipas yang berduri dan Woka kuning Pholidocarpus, melintasi garis Wallace dari Kalimantan ke Sulawesi, tetapi tidak ditemukan lebih jauh ke timur dan 16 marga lagi ditemukan di Sulawesi ke timur dan barat. Diantaranya adalah rotan Calamus dan palma berupa pohon Licuala, Crytostachys, Areca, Livistona yang memamerkan pola agihan yang khas dengan jenis-jenisnya di daerah Sunda dan Irian, namun hanya sedikit atau tidak ada sama sekali di Sulawesi. Sejak diketahui bahwa Sulawesi dalam zaman Pleistosen barangkali lebih kering daripada massa daratan benua, beberapa jenis mungkin menjadi punah atau kondisi untuk evolusi jenis di sana kurang sesuai. Jalur Migrasi Penyebaran dari beberapa spesies tumbuhan yang mencapai Sulawesi melalui sejumlah jalur yang terbatas. Hal ini telah diakui oleh Lam (1945) dalam (Whitmore, 1987) dan yang lainnya.
Tipe-tipe distribusi yang terkenal yaitu :
a) Barat : 22 spesies hanya ditemukan di Sulawesi dan sebelah baratnya; yang tidak terdapat di Filipina, Kepulauan Sunda Kecil atau New Guinea, yang mencapai Sulawesi dengan menyebrangi Selat Makassar.
b) Utara : 32 Spesies terdapat di Sulawesi dan Filipina tetapi tidak ada di blok Sunda atau New Guinea.
c) Selatan : 27 spesies terdapat di Sulawesi dan Kepulauan Sunda Kecil (dan Jawa), tetapi tidak ada di Kalimantan, Filipina atau Maluku.
d) Timur : 41 spesies terdapat di Sulawesi dan New Guinea (dan Maluku) tetapi tidak ada di Kepulauan Sunda Kecil, Filipina atau blok Sunda.
e) Barat daya : 60 spesies terdapat di Sulawesi, Kepulauan Sunda Kecil, Kalimantan dan wilayah lain disebelah barat garis Wallace. Spesies-spesies tersebut telah mencapai Sulawesi melalui rute selatan atau langsung menyebrangi Selat Makasar.
f) Timur laut : 21 spesies terdapat di Sulawesi dan pulau-pulau di bagian timur dan di Filipina. Mereka tiba melalui rute utara atau timur. Hubungannya dengan barat cukup lemah, yang mengherankan adalah cukup dekat dan beragamnya tanaman di Kalimantan.
Kelihatannya beberapa tanaman lebih mudah mencapai Sulawesi melalui rute utara, selatan dan timur. Persembahan yang terbaik di barat adalah type pohon, sebagian besar di habitat montana. Di Utara sebagian besar jenis tanaman dari habitat kering: tipe di selatan proporsi terbesar dari spesies tanaman habitat kering dan terganggu, serta tipe pohon hutan dataran rendah.
BURUNG SULAWESI
Terbentuknya Sulawesi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya menyebabkan beberapa tumbuhan dan hewan boleh membentuk kolonisasli di Sulawesi tanpa menyeberangi lautan. Beberapa kelompok dengan pasti menjadi asli Sulawesi yang lambat laun bertambah atau lebih kecil dimana sekarang mereka hidup. Khusus untuk penyebaran avifauna, selain pengaruh dari Paleogeografi yang harus di pertimbangkan juga adalah pengaruh dari pergantian iklim yang radikal. Jadi, keterangan dari penyebaran arah burung dalam Sulawesi terbentuk tidak hanya dipengaruhi oleh lempeng tectonic dengan pertimbangan Paleogeographical tetapi juga diakibatkan oleh Paleoclimate, pergerakan jembatan-pulau dan kemampuan dari beberapa kelompok burung tertentu untuk menyeberangi daratan yang terpisah oleh laut (Coates & Bishop, 1997).
Walaupun secara detail keterangan yang ada belum mendapat penyelesaian, anggapan dari Wallace adanya geographical yang serupa dan arah penyebaran burung hasil dari rentetan peristiwa yang kompleks dapat membantu memahami bahwa beberapa daerah lebih menyimpang penyebaran burungnya. Sebagai contoh pola distribusi yang ditunjukkan oleh adanya genus Australo-Papua seperti Trichoglossus ada di seluruh Wallacea kecuali Maluku Utara serta Prioniturus dan Basilornis ada di Filipina (barangkali lebih dulu ada). Sulawesi terpisahkan oleh selat Makasar dengan Kalimantan, meskipun perbedaan yang sangat besar dalam ukuran dua pulau, fauna yang terpisah diartikan oleh garis Wallacea sebagai catatan terkemuka yang hampir tidak dapat di terima. Banyak karakteristik famili, genus dan spesies di bagian timur yang dibatasi jarak mereka dengan garis Wallacea. Satu faktor yang terus-menerus muncul dalam diskusi moderen biogeografi Wallacea adalah keanehan Sulawesi yang terisolasi sejak dahulu. Hal ini terlihat dengan adanya kekhususan dari Avifauna, yang walaupun afinitas di dominasi bagian timur, termasuk genus tua yang tidak dapat dipastikan keasliannya sebagai contoh Chryptophaps, Malia, Geomalia, Enodes dan Myza (Coates and Bishop, 1997).
Dari catatan khusus adalah dua dari beberapa famili burung bagian timur yang hanya dapat melintasi garis Wallacea masuk ke Sulawesi adalah Woodpeckers dan Babblers, tidak ada famili yang menjangkau Maluku atau sebelah barat Sunda Kecil. Pendapat lain (On the other hand), jumlah yang lebih pantas terdapat famili burung bagian timur menjangkau lebih jauh dari New Guinea dan sering pula Melanesia Utara dan atau Australia. (e.g. Hornbills, thrushes, starlings, shrikes, flowerpeckers dan sunbirds. Famili-famili burung Australia dapat melintasi garis Wallacea ke Asia (seringkali hanya pinggiran) dan adakalanya melebihi termasuk Megapodes, Fairy-warblers, Whistlers, Wood-swallows dan Honey-eaters.
Walaupun daerah-daerah dataran rendah mendukung sejumlah besar spesies, spesies tersebut tersebar luas menjadi endemik Wallacea atau menetap di bagian timur atau menjadi spesies Australo-Papua. Spesies ini dapat menetap di sejumlah pulau dan dalam beberapa hal, sebagian besar di Sulawesi. Dengan demikian Sulawesi sangat menentukan dalam pembahasan mengenai keberadaan suatu spesies. Apakah kekhususan populasi dataran rendah terisolasi di pulau-pulau akan terancam (threated) sebagai species terpisah atau subspecies. Hal ini akan menjadi sumber pembahasan terus-menerus. Kehadiran Wallacea banyak contoh pada tingkatan menengah dari species (e.g. Macropygia, Monarcha, Dicaeum dan Zosterops). Faktor lain yaitu sangat kayanya jenis endemik di Wallacea yang kurang diperhatikan.
Endemisitas Burung di Sulawesi terutama berasal dari barat, dengan 67 % jenis jenisnya berasal dari Asia (Mayr, 1944 dalam Whitten, 1987).
Sulawesi memiliki 380 jenis burung, diantaranya 115 jenis endemik Indonesia dan 96 jenis endemik Sulawesi (Sujatnika dkk, 1995). Pulau Sulawesi memiliki tingkat endemisitas burung yang tinggi dibandingkan dengan-pulau pulau lain di Wallaceae. Terdapat 14 genus endemik yaitu Macrocephalon, Aramidopsis, Meropogon, Cryptophaps, Cataponera, Geomalia, Malia, Heinrichia, Hylocitrea, Coracornis, Myza, Cittura dan Scissirostrum. Ini tidak termasuk Starlings (Basilornis dan Streptocitta). Kedua jenis ini tersebar dari pulau yang berbeda tetapi sama-sama berkembang di Sulawesi (White and Bruce, 1986).
Dengan adanya jumlah genus endemik menunjukkan bahwa Sulawesi merupakan pulau yang telah lama. Bagian yang tertua di Sulawesi adalah semenanjung Minahasa. Hal ini terlihat dengan adanya gugusan pulau asli yang terbentuk kearah Timur Laut, terbentuknya gunung di awal zaman Eocene atau di akhir zaman Mesozoic. Proses ini berawal dari zaman Miocene di Sulawesi utara dan di semenanjung selatan yang terisolasi oleh terbentuknya gunung Lompobattang dari laut di zaman Miocene. Tetapi untuk Sulawesi tenggara belum jelas sejarahnya. Penyebaran burung di Sulawesi sangatlah kompleks dan belum benar-benar dipahami. Di daerah ini dijumpai fenomena penyebaran jenis yang menarik dimana jenis Sikatan Lompobattang (Ficedula bonthaina) dan Kacamata Leher-kuning (Zosterops anomalus) hanya dijumpai di semenanjung Selatan, Kacamata perut pucat (Zosterops consobrinorum) hanya dijumpai di semenanjung Tenggara, sedangkan Taktarau iblis (Eurostopodus diabolicus) dan Sikatan Matinan (Cyornis sanfordi) hanya dijumpai di semenanjung Minahasa (Sujatnika dkk, 1995).
Proses spesiasi di daerah ini tampaknya terjadi pada saat turun naiknya permukaan laut dalam era Pleistosen yang memisahkan semenanjung-semenanjung yang tampak pada saat ini menjadi pulau-pulau yang terpisah. Pulau-pulau yang muncul keatas permukaan laut akan dikunjungi (kolonisasi) oleh spesies-spesies hidupan liar yang mampu menyeberangi laut luas. Spesies ini kemudian mengalami proses spesiasi dan kemudian terpisah dari plasma nutfah induknya di daratan.
KESIMPULAN
Afred Russel Wallace adalah orang pertama yang melihat keistimewaan dan perbedaan pulau Sulawesi dibandingkan pulau-pulau lain disekitarnya. Wallace berpendapat bahwa Kalimantan, Jawa dan Sumatra pernah merupakan bagian Asia dan Timor, Maluku, Irian dan barangkali Sulawesi merupakan bagian benua Pasifik Australia. Fauna Sulawesi tampak demikian khas, sehingga diduga Sulawesi itu pernah bersambung baik dengan benua Asia maupun benua Pasifik Australia.
Sulawesi meliputi 3 propinsi geologi yang berbeda beda, digabung menjadi satu oleh gerakan kerak bumi. Propinsi-propinsi tersebut adalah Sulawesi barat dan timur yang dipisahkan oleh patahan barat laut antara Palu dan Teluk Bone (patahan Palu Koro), serta Propinsi Banggai Sula yang mencakup daerah Tokala di belakang Luwuk dan Semenanjung Barat laut, Kepulauan Banggai, pulau Buton dan Kepulauan Sula. Proses penggabungan Sulawesi barat dan timur diperkirakan terjadi pada 19 – 13 Ma yang lalu.
Komposisi fauna hewan menyusui (mamalia) Sulawesi sangat berbeda dengan komposisi fauna hewan menyusui Kalimantan dan Irian yang mempunyai jumlah famili yang lebih sedikit. Mamalia Sulawesi di tandai oleh ciri-ciri yang relatif primitif. Mamalia asli dan endemik Sulawesi merupakan asli dari dataran Asia, kecuali kuskus yang mempunyai pertalian dengan wilayah Australia dan New Guinea (Gondwana). Garis Wallace sebagai suatu pembatas yang penting, minimal antara Kalimantan dan Sulawesi. Pertukaran langsung antara kedua pulau ini kelihatan terlalu sulit. Gambaran yang ada memberi kesan bahwa sebagian besar tanaman yang masuk ke Sulawesi melalui bagian utara (Luzon track), selatan (Sumatra track) dan jalur timur (New Guinea track).
Penyebaran arah burung dalam Sulawesi terbentuk tidak hanya dipengaruhi oleh lempeng tektonik dengan pertimbangan Paleogeographical tetapi juga diakibatkan oleh Paleoclimate, pergerakan jembatan-pulau dan kemampuan dari beberapa kelompok burung tertentu untuk menyeberangi daratan yang terpisah oleh laut. Adanya sejumlah genus burung endemik menunjukkan bahwa Sulawesi merupakan pulau yang telah lama. Pulau Sulawesi memiliki tingkat endemisitas burung yang tinggi dibandingkan dengan pulau-pulau lain di Wallaceae. Burung-burung di Sulawesi terutama berasal dari barat, dengan 67 % jenisnya berasal dari Asia. Sulawesi memiliki 380 jenis burung, diantaranya 115 jenis endemik Indonesia dan 96 jenis endemik Sulawesi.
REFERENSI
Coates, B.J. and Bishop, K.D. 1997. A Guide of the Bird of Wallacea. Dove Publication. Ardeley.
Sujatnika, Jepson P., Soehartono T.R., Crosby M.J., Mardiastuti A., 1995. Melestarikan Keanekaragaman Hayati Indonesia : Pendekatan Daerah Burung Endemik. PHPA/BirdLife International-Indonesia Programme. Jakarta.
Wallace, A. R. 1989. The Malay Archipelago. Oxford Univesity Press. Oxford
Whitten, A.J. Mustafa, F. and G.S. Hendersen. 1987. Ekologi Sulawesi. Gadjah Mada Press Yogyakarta.
White. C.M.N. and Bruce, M.D. 1986. The Birds of Wallacea (Sulawesi, the Molluccas and Lasser Sunda Islands, Indonesia) : an annotated check-list. London: British Ornithologists’ Union (Check-list 7).
Whitmore, T.C., 1987. Biogeographical Evolution of the Malay Archipelago. Clarendon Press. Oxford.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar