Kearifan budaya Suku Lauje terlihat dalam memperlakukan hutan adat
yang disakralkan orang asing seperti, melakukan ritual dengan memberikan
nama kepada pohon yang akan ditebang.
Demikian juga dengan pohon
di luar hutan adat harus diupacarakan sebelum ditebang, masyarakat Lauje
meyakininya akan terhindar dari marabahaya dan gangguan hama pemakan
tanaman.
Masyarakat Suku Lauje Atas (to bela) yang bermukim di
lereng Gunung Sojol, akan meninggalkan rumahnya jika ada anggota
keluarga yang meninggal, hal tersebut mereka lakukan untuk menolak bala
yang akan terjadi seperti tertular penyakit.
Sistem pemerintahan
di Suku Lauje telah ada sejak saman penjajahan Belanda, terdiri atas,
Kepala Desa (Olongian), Kepala Pemerintahan Adat (Kapitaraja), Lembaga
Hubungan Masyarakat (Madinu), Lembaga Hukum Adat (Wukum), Lembaga
Sekretariat Pemerintahan Adat (Wala’apulu).
Struktur berikutnya,
Lembaga Urusan Kesenian (Ojo Udae), Kepala Urusan Ketertiban dan
Keamanan (Tadulako), Kurir (Pengata), Kepala Urusan Burung (Talenga) dan
Kepala Urusan Pertanian (Pasabo).
Talenga berfungsi mendengarkan
suara burung yang menentukan musim tanam, sedang Pasabo berfungsi
menentukan kapan musim tanam dimulai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar