Selasa, 09 Oktober 2012

Merayakan Padungku Di Poso



Hampir setiap daerah di Indonesia memiliki adat merayakan panen dengan cara masing-masing. Di daerah Poso, Sulawesi Tengah, ada yang namanya Padungku atau syukuran panen. Karena mata pencarahian utama masyarakat Poso adalah petani, yang jumlahnya hampir 85%, maka perlu dilakukan syukuran atas keberhasilan panen, dengan nama Padungku. Apalagi, salah satu Desa di Poso telah menerima penghargaan dari FAO sebagai Desa dengan hasil pertanian terbaik.

Padungku dilakukan sebagai rasa syukur atas hasil panen dan karena bersumber dari Tuhan, maka hasil panen yang pertama harus dipersembahkan padaNya. Perayaan Padungku juga diharapkan dapar menciptakan rasa persatuan dan kesatuan.

Jika dilihat dari asal katanya, Padungku berarti “telah selesai”. Petani telah selesai memanen hasil taninya, alat-alat tani seperti ani-ani, bajak dan penggiling padi telah selesai digunakan, dan hasil panen telah disimpan di lumbung. Saat itulah disebut Padungku. Dalam kehidupan masyarakat Poso, banyak hal yang mereka percayai sekitar penanaman padi, seperti ketika padi hendak masak, suami dan istri tidur terpisah, dan ada beberapa kata yang tidak boleh diucapkan agar dewi padi merawat padi dengan baik, dan lain sebagainya. Ketika panen telah dikumpulkan, dan hasilnya dimasak kemudian makan malam bersama, saat itulah disebut Padungku, hari raya panen.

Makan bersama dilakukan dengan sebuah prinsip dasar, anak muda yang akan melayani orang tua. Dan selanjutnya akan mengambil makanan sendiri setelah orang tua selesai mengambil makanannya. Yang disajikan dalam Padungku adalah makanan tradisional seperti sagu (dui), woke, dan nasi bambu. Lantas, dilanjutkan dengan berbalas pantun antar suami istri. Kemudian kemeriahan dilanjutkan dengan menyanyikan lagu daerah (Dero) dan menari dalam lingkaran.

Dalam perayaan Padungku, biasanya seluruh warga desa akan sibuk menyiapkan segala keperluan untuk memasak, seperti kayu, bambu, beras terbaik dan mengundang semua keluarga untuk makan bersama. Makan bersama akan diadakan di Balai Desa, di mana semua penduduk membawa makanannya sendiri-sendiri, dan akan dibagikan nanti dengan penduduk desa lainnya. Proses ini namanya Molimbu, namun kini sudah jarang ditemui lagi, karena sudah dilakukan di rumah masing-masing penduduk. Penduduk akan saling mengunjungi dan makan bersama serta berpesta.

Awalnya, Padungku ini adalah sejenis upacara adat untuk mengucap syukur atas hasil panen yang melimpah, kepada Alo (dewa yang dipercayai sebelum masuknya Kristen) dan leluhur yang telah menjaga tanah sehingga menghasilkan panen yang berlimpah bagi warga Poso. Warga juga mempercayai, dengan menggantungkan padi yang masih bertangkai di atas tungku, akan membuat leluhurnya berlimpah makanan.

Makanan khas selama Padungku adalah Nasi Bambu atau I’nuyu, yaitu beras yang dimasak dalam bambu yang dibakar. Minuman khasnya adalah tuak dari pohon enau yang disebut Baru. Tarian yang dilakukan adalah Modingkula, tarian melompati bambu dan Modero, tari rakyat Poso.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar