Jumat, 12 Oktober 2012

Melestarikan Lore Lindu Bersama Masyarakat


Kawasan Lore Lindu sudah dihuni oleh masyarakat sejak ribun tahun yang lalu. Jejak kebudayaan animisme dan dinamisme berupa artefak megalith dan gerabah yang tersebar di dalam dan sekitar kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) usianya beragam dari 3000 tahun sampai ratusan tahun yang lalu. Kebudayaan primitif ini berangsur hilang dengan datangnya Albert C. Kruytt seorang misionaris yang pada awal abad 20 mulai mengenalkan agama monotheis kepada penduduk asli. Penduduk asli di Lore Lindu secara garis besar meliputi suku Behoa, Bada, Pekurehua, Kaili, Kulawi, serta beberapa sub-etnis lain seperti To Lindu di Enklave Lindu.


Interaksi masyarakat sekitar kawasan TNLL dengan hutan yang sudah terjalin sedemikian lama melahirkan produk kebudayaan yang sering disebut dengan kearifan lokal . Pola pengelolaan hutan secara tradisional sudah dikenal oleh masyarakat dengan pembagian hutan dalam zonasi tradisional seperti wana kiki, wana, pangale, pahawa dan oma.
Seiring dengan perkembangan pembangunan, saat ini kawasan TN.Lore lindu dikelilingi dan langsung berbatasan dengan desa-desa yang jumlahnya sekitar 68 buah dan populasi penduduk sekitar 45.000 individu dengan etnisitas yang beragam.
Keberadaan Taman Nasional Lore Lindu sendiri mempunyai peran dan fungsi strategis, disamping untuk melindungi keanekaragaman hayati, juga sebagai daerah tangkapan air dan pengendali bencana mengingat struktur geologinya yang labil. Dua Daerah Aliran Sungai (DAS) yang penting yaitu DAS Gumbasa dan DAS Lariang. Dari kedua DAS ini, DAS Gumbasa mempunyai nilai ekonomi yang besar untuk keperluan pengairan sawah, ternak dan kebutuhan sehari-hari. Studi yang dilakukan TNC pada tahun 2001 mencatat nilai komersial air dari DAS Gumbasa mencapai 89,9 Milyar per tahun. Hasil ini berdasarkan pada nilai ekonomi yang dihasilkan dari perhitungan masyarakat pengguna utama; yakni dari sejumlah� 68.377 orang dari 16.600 rumah tangga yang berasal dari 61 desa dari 5 Kecamatan.dan masyarakat pengguna sekunder sejumlah 236.230 orang dari 50.560 rumah tangga di Kota Palu, termasuk 8.860 rumah tangga petani. Sehingga didapat total pengguna air dari kawasan Lore lindu ini adalah 304.607 orang dari 67.160 rumah tangga. Kira-kira 15,7% dari penduduk Sulawesi Tengah.
Fakta di lapangan menunjukkan sebelum ditetapkannya TNLL banyak kebun masyarakat yang berada dalam kawasan dan banyak aktivitas masyarakat seperti mencari rotan dan mengambil kayu untuk keperluan domestik. Hal ini menjadi masalah tersendiri manakala ditetapkannya kawasan Lore Lindu menjadi taman nasional. Kepentingan konservasi yang berhadapan vis a vis dengan kepentingan masyarakat memang sering terjadi tidak hanya di Indonesia juga di negara-negara lain.


Kesepakatan Konservasi Masyarakat
Dalam kerangka menjembatani permasalahan konflik pemanfaatan sumberdaya hutan, batas, dan memberdayakan masyarakat dalam konservasi TNLL, The Nature Conservancy sejak tahun 2002 membangun Kesepakatan Konservasi Masyarakat (KKM) yang diawali pada lima desa (Sedoa, Watutau,Wuasa,Betue, Kaduwaa) di kecamatan Lore Utara bersama Forum Wilayah Penyangga (FWP) Lore Utara.
Pengertian KKM adalah suatu kesepakatan masyarakat tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) Taman Nasional yang diakui oleh Balai TN. Lore Lindu dan merupakan komitmen masyarakat dengan prinsip berbagi peran tanggung jawab pengelolaan dan konservasi yang menjamin keberlanjutan konservasi dan kesejahteraan masyarakatnya. Prinsip utama dalam KKM adalah 1) Konservasi area, mempertahankan luasan kawasan taman nasional. 2) Konservasi fungsi, mempertahankan fungsi konservasi keanekaragaman hayati dan penyangga kehidupan. 3) Konservasi jenis, mempertahankan keaslian jenis biodiversitas Taman Nasional Lore Lindu.
Sebagai pengawal proses dan pelaksana aturan KKM di desa, dibentuk Lembaga Konservasi Desa yang disingkat LKD pada tiap desa. Sampai saat ini KKM telah berkembang di 26 desa sekitar TNLL. Kesepakatan Konservasi Masyarakat (KKM) dan Lembaga Konservasi Desa (LKD) merupakan pilar dasar dari pengelolaan kolaboratif TN. Lore Lindu.


Implementasi Kesepakatan Konservasi Masyarakat
Pelaksanaan Kesepakatan Konservasi Masyarakat berbeda untuk setiap wilayah/desa, tergantung pada potensi dan permasalahan serta kebutuhan spesifik masing-masing desa.
Contoh implementasi Kesepakatan Konservasi Masyarakat di desa antara lain :
1. Pembatasan pengambilan sumberdaya Alam untuk waktu yang ditentukan. Bagi masyarakat desa dikenal dengan sebutan “ OMBO “
2. Pengembangan jenis tanaman asli TNLL : Eucalyptus deglupta (leda), Agathis sp (damar), Aleurites moluccana (kemiri).
3. Pembuatan Batas hidup TNLL (living boundary) dengan pengembangan Tanaman Kemiri dan Damar, sekaligus memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat sekitar TNLL.
4. Monitoring partisipatif wilayah kesepakatan, yang melanggar diproses melalui sidang adat oleh lembaga adat desa.
5. Pengembangan obat-obatan tradisional, madu hutan, bahan kerajinan pandan hutan dan tanaman produktif lain diwilayah penyangga TNLL.
6. Mengembangkan pola pengelolaan multipihak untuk Danau Lindu dan DAS Miu.
7. Monitoring kesehatan hutan secara partisipatif dan ilmiah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar