Jumat, 12 Oktober 2012
Geologi Lore Lindu
Geologi TNLL berdasarkan peta-peta geologi yang diproduksi oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Indonesia, lembar kuadrangel Poso oleh Simanjuntak et al. (1997) edisi kedua dan lembar kuadrangel Pasangkayu oleh Sukido et al. (1993). Informasi latar belakang tambahan pada dasarnya diambil dari Whitten et al. (1987) dan Hall (1998).
Diistilahkan dengan “demented spider shape” dari pulau Sulawesi yang sering digunakan adalah hasil dari sejarah geologi yang sangat kompleks serta belum sepenuhnya digali. Wilayah ini dianggap sebagai salah satu wilayah geologi paling kompleks di muka bumi. Pemahaman yang ada saat ini adalah secara geologis pulau ini terbentuk dari beberapa bagian. Satu bagian membentuk Sulawesi bagian utara dan sebagian bagian barat, satu bagian membentuk bagian timur dan daerah-daerah selatan – tengah. Wilayah yang lebih kecil dari pulau ini, seperti Banggai-Sula di sebelah timur dibentuk dari bagian dari daerah lain. Lempengan-lempengan geologi ini bertabrakan satu sama lain yang diakibatkan oleh pergerakan tektonik.
Dalam literatur geologi secara luas, diketahui bahwa wilayah sebelah timur daratan Sulawesi berasal dari sebuah pecahan Gondwanaland. Banyak pendapat berbeda atas daerah asal dari wilayah Barat Daratan Sulawesi. Pendapat yang lama yang ada cenderung menganggapnya sebagai bagian yang pernah menjadi bagian dari Laurasia, seiring dengan bagian yang lebih besar dari wilayah Barat Indonesia. Baru-baru ini, banyak penulis geologi seperti Whitten berpendapat bahwa daerah tersebut merupakan patahan zaman Jurassic dari Gondwanaland. Laporan di bawah ini sejalan dengan pendapat Whitten. Terdapat pula beberapa diskusi yang mengarah pada asal dari cabang wilayah utara Sulawesi. Hal tersebut masih dianggap sebagai bagian dari daratan Sulawesi Barat/lempeng mikro, tetapi kemungkinan pernah terpisah.
• Jurassic/200-250 Juta Tahun yang Lalu
Wilayah Barat Sulawesi (bersama-sama dengan Thailand, Malaysia, Burma dan Sumatera) merupakan patahan besar Gondwanaland sebagai hasil dari pembukaan daerah lautan utama sebelah timur-barat yang terletak di bagian utara Australia. Daerah sebelah Barat Sulawesi, bersama-sama dengan sebagian besar pulau yang membentuk kepulauan Indonesian, pada saat itu berada di sebelah utara dari daerah tersebut. Daerah sebelah Utara Sulawesi dan Banggai-Sula terletak di Selatan patahan batas plat Indo-Australian, terletak dekat dengan daratan luas yang kemudian menyatu menjadi Papua New Guinea.
• Cretaceous 145-70 Juta Tahun yang Lalu
Dengan rotasi yang terus-menerus dari Australia dalam arah berlawanan jarum jam dan gerakan umum tektonik, daerah sebelah Utara Sulawesi terbawa ke arah Barat laut dan mulai melapisi di bawah daerah sebelah Barat Sulawesi.
• Palaeocene (70-60 Juta Tahun yang Lalu)-Eocene (60-40 Juta Tahun yang Lalu)
Pelapisan bertingkat berlanjut dan pembentukan daerah vulkanis di Barat Sulawesi dimulai karena daerah Sulawesi Timur didesak ke wilayah Barat Sulawesi pada kecepatan berkisar 10 cm/tahun. Banyak dari energi yang dikeluarkan karena strata terangkat, berubah bentuk dan pecah. Ssedangkan batu-batuannya bermetamorfosis. Penelitian baru-baru ini menyimpulkan bahwa bagian-bagian utama dari Sulawesi masih merupakan bagian yang agak jauh pada akhir dari zaman Eocene dan sebagian besar dari daratan yang pada akhirnya akan menjadi Sulawesi masih berada di bawah permukaan air.
• Oligocene 40-25 Juta Tahun yang Lalu
Daerah Banggai-Sula bergerak ke arah barat dan pelapisan sebelah Timur Sulawesi berlanjut. Wilayah sebelah Barat Sulawesi kurang lebih mencapai posisinya saat ini. Pada zaman pertengahan Oligocene, sekitar 30 juta tahun lalu, bagian-bagian utamanya membentuk sebuah bentuk bulan sabit dengan pergerakan daerah sebelah timur Sulawesi ke selatan, Sulawesi Barat hanya ke utara dengan porosnya bergerak ke arah daya-timur laut dan wilayah yang akan menjadi cabang sebelah utara Sulawesi terbentang ke arah barat timur laut. Pada akhir zaman Oligocene daerah timur Sulawesi melanjutkan untuk bergerak ke arah utara dan bertabrakan dengan daerah barat Sulawesi. Akan tetapi, patahan-patahan besar dan kecil yang membentuk cabang sebelah utara mungkin masih terpisah. Diagram-diagram Hall menyarakankan bahwa pada saat ini wilayah- wilayah dari daerah barat Sulawesi masih di bawah permukaan air, sementara sebagian besar dari daerah utara berada di atas permukaan air.
• Middle-Miocene 16.5-11 Juta Tahun yang Lalu
Daerah utama akhirnya bersatu. Batu-batuan dari sebelah Barat Sulawesi sebagian menolak batu-batuan dari Banggai-Sula. Pembentukan wilayah vulkanik menyebar melebihi daerah sebelah Barat Sulawesi dan terobosan-terobosan aktivitas vulkanik bawah laut terjadi di wilayah dimana Taman National Lore Lindu saat ini berada.
Dari zaman Pertengahan Miocene sampai memasuki Pliocene, terobosan-terobosan dari endapan tipe mollase tersimpan sepanjang daerah utama.
• Pliocene (10-1 juta tahun yang lalu)
Intrusi batuan granit yang utama terjadi sepanjang daerah yang telah bersatu. Batuan plutonik Kambuno granit dan gronodiorit yang banyak mendasari TNLL terbentuk dalam periode ini pada sekitar 3 juta tahun yang lalu (Sukamto, 1975). Pergerakan yang ada mengarah ke pembentukan dari jenis daratan saat ini, juga terjadi pada periode ini.
Sulawesi bertabrakan dengan Kalimantan pada akhir zaman Pliocene – kurang lebih 3 juta tahun BP. Pulau ini pada waktu itu sangat dekat dengan tetangganya yang lebih besar selama masa-masa permukaan laut masih rendah. Hal ini juga telah diketahui bahwa pada saat monyet-monyet tiba di Sulawesi dari Kalimantan, binatang-binatang seperti tarsier/tarsius mungkin telah menyeberang antara Sulawesi dan Kalimantan atau sebaliknya melalui rantai pulau yang berhubungan dengan Filipina. Hal yang sama juga mungkin benar terjadi pada anoa yang memiliki hubungan yang paling dekat, tumaraw (Bubalus mindorensis) sebuah species yang ditemukan di Filipina.
• Quaternary (Pleistocene 1 juta tahun -10,000 tahun yang lalu) dan Holocene (10,000 tahun yang lalu sampai sekarang)
Deposit-deposit endapan terletak sepanjang pantai barat Sulawesi dan deposit-deposit danau – endapan tanah liat, pasir dan batu kerikil – terbentuk di lembah-lembah yang ada. Deposit-deposit tersebut membentuk dasar-dasar horisontal di dalam daerah sebelah Barat Sulawesi dan sekarang menutupi wilayah-wilayah penting dari TNLL.
Sedikitnya 7.000 tahun lalu, permukaan laut kira-kira 180 meter lebih rendah dari permukaan yang ada saat ini. Pada masa ini, Selat Makassar lebih dalam sampai 2.000 meter, tetapi sangat sempit. Hal ini menimbulkan spekulasi-spekulasi sampai sejauh mana spesies yang ada mampu menyeberangi dua daratan yang terpisah. Spesies tersebut secara jelas menyeberang, tetapi hal ini umumnya diterima bahwa tidak pernah ada koneksi daratan kering. Secara jelas jalur laut tidak akan menimbulkan masalah bagi spesies burung dan mamalia. Species amphibi di lain pihak akan menemui kesulitan lebih besar pada saat menyeberang disebabkan karena kondisi salinitas yang ada.
Sebagai hasil dari penyatuan empat daerah, mungkin juga lima, untuk membentuk pulau Sulawesi, sebuah geologi yang kompleks berdiri saat ini. TNLL biasanya diduga berada di sebelah utara akhir dari daerah sebelah Barat Sulawesi. Wilayah ini memiliki kompleksitas yang tinggi, dimana tiga daerah utama (sebelah Barat, Timur dan Utara) bertabrakan satu sama lain. Terdapat juga faktor tambahan pada dasar cabang sebelah utara yang lebih kecil dan telah bergabung diantara tiga bagian yang lainnya. Hal ini mungkin saja terjadi karena TNLL dapat membentuk sedikitnya sebagian dari unit yang kecil ini. Tidak mengherankan, banyak terdapat lipatan dan perubahan bentuk dari massa daratan sejak pulau ini terbentuk pertama kali dan hal ini telah membentuk pegunungan di wilayah TNLL.
TNLL dan wilayah sekitarnya merupakan Zona Tektonik Palu. Menurut laporan ANZDEC tahun 1997, daerah ini secara aktif dan mengandung banyak garis patahan. Patahan Palu-Koro (Fossa Sarasina) mencatat gerakan yang perlahan beberapa sentimeter dalam setahun.
Gempa bumi dahsyat terakhir di wilayah ini terjadi pada tahun 1902. Gempa bumi-gempa bumi kecil dan getaran-getaran bumi sering terjadi dan sebuah analisa dari gerakan saat ini sepanjang garis-garis patahan utama Sulawesi memberikan prediksi bahwa pulau ini akan mengalami fragmentasi di masa depan. Batu-batuan vulkanis Miocene terjadi di TNLL, tetapi tidak ada kegiatan aktif gunung berapi di daerah tersebut. Walaupun demikian, terdapat banyak sumber mata air panas (geothermal), beberapa di antaranya diindikasikan pada peta geologi (lihat lampiran). Kegiatan vulkanis yang terdekat terletak pada ujung dari cabang akhir sebelah utara dari pulau Sulawesi.
Pegunungan TNLL dibentuk pada zaman Pliocene dan Miocene sekitar 25-3 juta tahun lalu, sebagai hasil dari aktivitas plat tektonik yang menyebabkan pergerakan naik massa daratan. Permukaan lembah-lembah yang datar, besar, dan subur, seperti Besoa dan Napu adalah ciri dari TNLL dan wilayah sekitarnya. Terjadi perubahan luas karena bertambahnya endapan. Danau Lindu sebelumnya lebih luas dari sekarang, hal ini terlihat dari endapan tanah alluvial yang dihanyutkan air membentuk daerah dengan materi deposit berpasir sampai berbatu. Tanah pegunungan kebanyakan terbentuk dari proses pelapukan batuan induk atau batu granit, batu-batu metamorphis schists dan batu gneiss yang membentuknya.
Taman Nasional Lore Lindu diikat oleh tiga ciri utama:
Patahan Palu Koro:
Merupakan patahan strike-slip utama barat laut-tenggara. Bersifat komposit yang pada peta-peta geologi ditunjukkan sebagai beberapa garis patahan sub-paralel. Di dalamnya termasuk patahan Fossa Sarasina, menetapkan tiga jalan lembah sungai yang menandai ujung panjang sebelah barat Taman Nasional: Sungai Palu, mengalir ke barat laut, Sungai Haluo, mengalir ke barat daya, Sungai Lariang, mengalir ke barat laut. Pada umumnya, batas Taman Nasional Lore Lindu berjalan paralel dengan sungai-sungai di atas pada jarak 1 sampai 5 km.
Patahan Dorongan Poso:
Patahan utama utara-selatan ini menandakan garis pembagian antara Daerah sebelah Barat dan Utara Sulawesi. Batas sebelah utara Taman Nasional, antara Sedoa dan Lelio, terletak kira-kira paralel ke arah patahan pada jarak antara 5 sampai 15 km. Dorongan Poso mempengaruhi topografi yang dekat dengan Taman Nasional. Patahan besar Tawaelia saat ini adalah sebuah ciri berhubungan yang menerangkan jalan dari Lembah Sungai Lariang karena melewati bagian yang lebih rendah dari sebelah utara Taman Nasional. Batas Taman Nasional terutama mengikuti bagian barat dari lembah sungai ini pada jarak 1 sampai 5 km.
Lembah Palolo-Sopu:
Lembah-lembah sungai ini mengikat Taman Nasional Lore Lindu sepanjang ujung bagian utaranya. Wilayah ini merupakan salah satu daerah pertanian utama yang bersebelahan dengan Taman Nasional.
Taman Nasional Lore Lindu dan wilayah sekitarnya terletak di dalam Zona Tektonik Palu. Daerah ini secara seismik aktif dan mengandung banyak garis patahan. Patahan Palu-Koro (Fossa Sarasina) mencatat gerakan yang perlahan beberapa centimeter dalam setahun (ANZDEC 1997/no 5). Sepanjang ujung sebelah barat dari Taman Nasional, orientasi patahan adalah barat laut-tenggara. Bergerak dalam arah utara dan timur, patahan-patahan tersebut secara bertahap membentuk sebuah orientasi arah timur-barat.
Gempa bumi dahsyat terakhir di wilayah ini terjadi pada tahun 1902. Gempa bumi-gempa bumi kecil dan getaran-getaran bumi sering terjadi dan sebuah analisa dari gerakan saat ini sepanjang garis-garis patahan Sulawesi utama memberikan prediksi bahwa pulau ini akan, pada masa yang akan datang mengalami fragmentasi. Batu-batuan vulkanis Miocene terjadi di Taman Nasional Lore Lindu, tetapi tidak ada kegiatan aktif gunung berapi di daerah tersebut. Walaupun demikian, terdapat banyak sumber mata air geothermal, beberapa di antaranya diindikasikan pada peta geologi. Kegiatan vulkanis yang terdekat terletak pada ujung dari cabang akhir sebelah utara dari pulau Sulawesi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar