Palu (antarasulteng.com) - Halaman warung sederhana itu
nyaris tak pernah sepi sepanjang hari 1x24 jam, meskipun asap dari tempat
pemanggangan terus mengepul.
Parkiran mobil baik pribadi, dinas maupun bis angkutan umum
dan sepeda motor selalu memadati halaman depannya, sehingga tak jarang membuat
arus lalu lintas di poros jalan Trans Sulawesi itu terganggu.
"Sayang om lewat di sini kalau tak mampir ke warung
ini," kata Jefri, pengemudi mobil sewaan (rental) yang membawa penulis
dari Palu ke Morowali belum lama ini.
Warung yang ia maksud adalah kedai kopi 'Raja Lalampa Cik
Sungi' di Desa Toboli, Kecamatan Parigi Utara, Kabupaten Parigi Moutong,
sekitar 70 km arah timur Kota Palu.
Daya tarik utama kedai ini adalah lalampa buah tangan Cik
Sungi, seorang ibu keturunan Tionghoa berusia setengah abad lebih.
Untuk menikmati lalampa, kedai ini juga menyediakan minuman
hangat seperti kopi dan teh serta sarabba (air jahe hangat cmapur telor dan
susu-sematam STMJ di Jakarta)
Kebanyakan pengunjung menilai lalampa Cik Sungi ini enak dan
gurih, bahkan tidak sedikit yang 'fanatik' sehingga tak pernah lewat begitu
saja tanpa singgah ke kedai ini bila melintas di Toboli.
"Saya ini tiap minggu lewat Toboli karena bekerja di
Pantai Timur. Warung ini sudah menjadi langganan saya, baik saat melintas dari
Palu ke tempat kerja maupun saat kembali ke Palu di akhir pekan," kata
salah seorang karyawan perusahaan kontraktor yang sedang menyeruput kopi susu
dan sepiring lalampa panas berisi empat bungkus di kedai itu.
Lalampa adalah semacam kue yang bahan utamanya adalah beras
ketan putih dan ikan bakar yang digiling halus lalu ditumis dengan bumbu
tertentu.
Menurut Cik Sungi, beras ketan itu lebih dahulu dikukus
sampai matang lalu dibungkus dengan daun pisang berbentuk gelondong dicampur
ikan yang dihaluskan dan ditumis lalu kedua ujungnya ditusuk dengan lidi.
Sebelum disajikan, bungkusan itu dipanggang selama sekitar
lima menit agar konsumennya bisa menikmatinya dalam keadaan hangat.
"Di desa Toboli ini ada beberapa warung kopi yang
menyediakan lalampa, namun lalampa buatan Cik Sungi lain rasanya, lebih lengket
di lidah," ujar Jhon, seorang penggemar lalampa Cik Sungi.
Saking gemarnya terhadap lalampa ini, Jhon yang warga Kota
Palu itu sering menyempatkan diri ke Toboli hanya untuk minum kopi dan makan
lalampa sambil membawa pulang untuk ole-ole keluarga dan sahabat.
Rahasia
Ketika ditanya apa rahasianya sehingga lalampa buatannya
memikat banyak oprang dibanding warung-warung di tetangganya, Cik Sungi
menjawab kontan dan singkat: 'itu rahasia pak."
Karena kerahasiaan itu pula, Cik Sungi mengaku tidak membuka
cabang di manapun meski sudah banyak yang memintanya membuka cabang di Kota
Palu atau Parigi.
Ia mengakui bahwa ikan yang dihaluskan yang dicampur ke
dalam bungkusan nasi ketan putih itu volumenya lebih banyak dibanding lalampa
buatan orang lain, namun bagaimana meramu beras ketan putih dan ikan halus saat
ditumis itu, ia menolak mengungkapkannya.
Cik Sungi yang mengaku mempekerjakan 10 orang tenaga kerja
itu mengaku bahwa usaha yang digelutinya ini merupakan warisan orang tua yang
sudah dimulai sejak 1963.
Setiap hari ia menghabiskan 100 kg beras ketan putih dan
puluhan kilo ikan laut serta daun pisang dalam jumlah yang cukup banyak.
Produksi dan pelayanan lalampa ini berlangsung selama 1x24 jam, dengan mengatur
jam kerja karyawan.
Ia sendiri dan suaminya dibantu seorang keponakan bergantian
menjadi pengawas sekaligus pelayan.
Meski usaha ini sudah berlangsung lama, namun ramainya
pengunjung baru terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
"Setiap hari kami bisa menjual 5.000 bungkus. Harganya
Rp1.250,00/bungkus. Jadi omzet kami rata-rata mencapai Rp7,5 juta termasuk
hasil penjualan minuman hangat," ujar Cik Sungi.
Pengunjung warung kopi 'Raja Lalampa' ini mencapai ratusan
orang tiap hari, umumnya mereka yang sedang melakukan perjalanan melintasi
jalan trans Sulawesi, terutama yang akan masuk ke atau keluar dari Kota Palu,
Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah.
Lokasi Desa Toboli ini memang cukup strategis karena
terletak di pertigaan jalan trans Sulawesi yang menghubungkan
Makassar-Gorontalo-Manado dan poros utama menuju Kota Palu yang terletak di
Pantai Barat Sulawesi Tengah.
Karena itu, kedai 'Raja Lalampa' ini sangat dikenal di
Sulawesi Tengah termasuk para pejabat dan pengusaha, bahkan Gubernur Sulawesi
Tengah Longki Djanggola yang mantan Bupati Parigi-Moutong duia periode tersebut
menjadikan lalampa Cik Sungi sebagai salah satu sajian wajib di dalam mobil
bila melintas di Toboli saat melakukan perjalanan dinas. (R007)
Salam,
BalasHapusSaya pernah berkunjung ke tempat tersebut dan menikmati sajian khas Lalampa dipadu dengan kopi hitam sambil melepas lelah perjalanan.
jangan lupa mampir ke blog saya http://indocument.blogspot.com/2013/11/lalampa-lemper-khas-sulawesi.html